BAB
II
TINJAUAN TEORI
I.
TINJAUAN
TEORI MEDIS MASA NIFAS
A.
Pengertian
Masa Nifas
1. Masa
nifas adalah masa setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat- alat kandungan
kembali seperti keaadaan sebelum hamil.(Saleha,2009;h.2)
2. Masa
nifas atau puerpurium di mulai sejak 1 jam setelah lahirnya plasenta samapai
dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu. (Prawihardjo,2008;h.356)
3. Masa
nifas atau purpureum di mulai sejak 2 jam setelah lahirnya plasenta sampai
dengan 6 minggu (42 hari). (Vivian,2009; h.1)
B.
Tujuan
Masa nifas
1.
Meningkatkan
kesejahteraan fisik dan psikologi bagi ibu dan
bayi.
2.
Pencegahan,
diagnosis dini, dan pengobatan komplikasi pada ibu.
3. Merujuk ibu keasuhan tenaga ahli bila diperlukan.
4.
Mendukung dan
memperkuat kenyakinan ibu serta memungkinkan ibu mampu melaksanakan perannya
dalam situasi keluarga dan budaya khususnya.
5. Imunisasi ibu terhadap tentanus.
6. Mendorong pelaksanaan metode yang sehat tentang pemberian
makanan anak serta meningkatkan pengembangan hubungan yang baik antara ibu dan
anak (Sulistyawati,2009;h 2-3).
C.
Peran
Bidan Pada masa nifas
1. Memberikan
dukungan yang terus menerus selama masa nifas yang baik dan sesuai dengan
kebutuhan ibu agar mengurangi ketegangan fisik dan psikologis selama persalinan
dan nifas.
2. Sebagai
promotor hubungan yang erat antara
ibu dan bayi secara fisik dan psikologis
3. Mengondisikan
ibu untuk menyusui bayinya dengan cara rasa nyaman.
(Saleha,2009; h. 4-5)
D.
Tahapan masa nifas
Masa
nifas dibagi menjadi 3 tahap, yaitu :
1.
Puerpurium
dini
Yaitu kepulihan dimana ibu dibolehkan untuk berdiri dan
bejalan - jalan serta menjalankan
aktivitas layaknya wanita normal lainnya.
2.
Puerpurium
intermedial
Yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang
lamanya 6-8 minggu.
3.
Remote
puerpurium
Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna
terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. (dewi,sunarsih,2009;
h.4)
E.
Kebijakan program nasional masa nifas
Kebijakan
program nasional pada masa nifas yaitu paling sedikit 4 kali melakukan
kunjungan pada masa nifas, dengan tujuan untuk:
1.
Menilai kondisi
kesehatan ibu dan bayi
2.
Melakukan pencegahan
terhadap kemungkinan -kemungkinan adanya gangguan kesehatan ibu nifas dan bayi.
3.
Mendeteksi adanya
komplikasi atau masalah yang terjadi pada masa nifas.
4. Menangani komplikasi atau masalah yang timbul dan
menggangu kesehatan ibu nifas maupun bayinya.
( yanti, 2011;h. 2-3 )
Tabel 2.1
program dan kebijakan
tekhik masa nifas
Kunjungan
|
Waktu
|
Tujuan
|
1
|
6-8 jam setelah persalinan
|
a. Mencegah terjadinya perdarahan
pada masa nifas
b. Mendeteksi dan merawat penyebab
lain perdarahan dan memberikan rujukan bila perdarahan berlanjut
c. Memberikan konseling kepada ibu
atau salah satu anggota keluarga mengenai bagaimana mencegah perdarahan masa
nifas karena atonia uteri
d. Pemberian ASI pada masa awal
menjadi ibu
e. Mengajarkan ibu untuk mempererat
hubungan antara ibu dan bayi baru lahir
f. Menjaga bayi tetap sehat dengan
cara mencegah hipotermi
|
2
|
6 hari setelah persalinan
|
a.
Memastikan involusi uteri berjalan normal,uterus
berkontraksi, fundus di bawah umbilicus tidak ada perdarahan abnormal,dan
tidak ada bau
b.
Menilai adanya tanda-tanda demam,infeksi
atau kelainan pasca melahirkan
c.
Memastikan ibu mendapat cukup makanan, cairan,dan
istirahat
d.
Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak ada
tanda-tanda penyulit
e.
Memberikan konseling kepada ibu mengenai asuhan pada
bayi,cara merawat tali pusat,dan menjaga bayi agar tetap hangat
|
3
|
2 minggu setelah persalinan
|
Sama seperti di atas (enam hari setelah persalinan)
|
4
|
6 minggu setelah persalinan
|
a. Menanyakan pada ibu tentang
penyulit-penyulit yang di alami atau bayinya
b. Memberikan konseling untuk KB
secara dini
|
saleha,2009; h.6
F.
Perubahan
fisiologis pada masa nifas
a. Perubahan Sistem
Reproduksi
Selama masa
nifas,alat-alat interna maupun eksterna berangsur-angsur kembali seperti keadaan
sebelum hamil. Perubahan keseluruhan alat genetalia ini di sebut involusi.
(Saleha,2009;h.53)
Pada masa ini terjadi
juga perubahan penting lainnya, perubahan yang terjadi antara lain sebagai berikut:
1.
Uterus
Segera setelah
lahirnya plasenta,pada uterus yang berkontraksi posisi fundus uteri berada
kurang lebih pertengahan antara umbilicus dan simpisis, atau sedikit lebih
tinggi.
Kontraksi adalah
sama dengan kontraksi sewaktu persalinan, hanya saja sekarang tujuannya
berbeda. Sebagaimana diketahui, ketika uterus berkontraksi, seorang wanita akan
merasakan mules. Inilah yang disebut nyeri setelah melahirkan. Hal ini akan
berlangsung 2 hingga 3 hari setelah melahirkan. ( Rukiyah, 2009;h.141)
Proses
involusi uterus ( proses pengembalian uterus kekeadaan sebelum hamil), adalah
sebagai berikut :
1) Iskemia miometrium
Hal ini disebabkan oleh kontraksi dan retraksi yang terus
menerus dari uterus setelah pengeluaran plasenta sehingga membuat uterus
menjadi relatif anemi dan menyebabkan serat otot atrofi.
2) Atrofi jaringan
Terjadi sebagai reaksi penghentian hormon estrogen saat
plasenta lahir.
3) Autolysis
Merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi
di dalam otot uterus. Enzim proteolitik akan memendekan jaringan otot yang
telah mengendur hingga panjangnya 10 kali panjang sebelum hamil dan lebarnya 5
kali lebar sebelum hamil yang terjadi selama kehamilan. Ini disebabkan karena
penurunan hormon progesteron dan estrogen.
4) Efek oksitosin
Oksitosin menyebabkan terjadinya kontrksi dan retraksi
otot uterus sehingga kan menekan pembuluh darah yang mengakibatkan berkurangnya
suplai darah ke uterus. Proses ini membantu mengurangi tempat implantasi
plasenta serta mengurangi pendarahan. ( Yanti, 2011;h.56 )
Tabel
2.2
Involusi Uterus
Involusi
|
TFU
|
Berat Uterus
(gr)
|
Diameter bekas melekat Plasenta
|
Keadaan Serviks
|
Bayi Lahir
|
Setinggi Pusat
|
1000
|
|
|
Uri Lahir
|
2 Jari di bawah Pusat
|
750
|
12,5
|
Lembek
|
Satu minggu
|
Pertengahan pusat- sympisis
|
500
|
7,5
|
Beberapa
hari setelah post partum dapat di lalui 2 jari akhir minggu pertama dapat di
masuki 1 jari
|
Dua minggu
|
Tak teraba di atas sympisis
|
350
|
3-4
|
|
Enam minggu
|
Bertabah Kecil
|
50-60
|
1-2
|
Di bawah ini dapat dilihat perubahan TFU pada masa nifas :
Gambar 2.1 Perubahan sistem reproduksi masa nifas
2.
Proses
involusi pada bekas implantasi plasenta
a.
Bekas implantasi
plasenta segera setelah lahir seluas 12x5 cm, permukaan kasar, tempat pembuluh
darah besar bermuara.
b.
pada pembulu darah
terjadi pembentukan trombosis, disamping pembuluh darah tertutup karena
kontraksi otot rahim.
c. bekas luka implantasi dengan cepat mengecil, pada minggu
kedua sebesar 6-8 cm dan pada akhir masa nifas sebesar 2 cm.
d. Lapisan endometrium dilepaskan dalam bentuk jaringan
neokrosit bersama dengan lochea.
e. Luka bekas implantasi plasenta akan sembuh karena
pertumbuhan endometrium yang berasal dari tepi luka dan lapisan basalis
endometrium.
f. Luka sembuh sempurna pada 6-8 minggu post partum.(ambarwati,2009;h.74-76)
3.
Lochia
Berikut ini
adalah beberapa jenis lokia yang terdapat pada wanita pada masa nifas:
a. Lokia
rubra (cruenta) berawana merah karena berisi darah segar dan sisa–sisa selaput
ketuban, sel-sel desidua,vernik caseossa,lanugo,mekonium
selama 2 hari pasca persalinan.
b. Lokia
sanguilenta berwarna merah kuning berisi darah dan lender yang keluar pada hari
ke-3 sampai ke-7 pasca persalinan.
c. Lokia
serosa adalah lokia berikutnya. Di mulai dengan versi yang lebih pucat dari
lokia rubra. Cairan tidak berdarah lagi pada hari ke-7 sampai hari ke-14
pascapersalinan
d. Lokia
Alba adalah lokia yang terakhir .di mulai dari hari ke-14 kemudian makin lama
makin sedikit hingga sama sekali berhenti sampai satu atau dua minggu
berikutnya. (Vivian,2009;
h.58)
Bila
terjadi infeksi keluar cairan nanah berbau busuk disebut dengan lochea
purulenta. Pengeluaran lochea yang tidak lancar disebut lochea statis.
(ambarwati,2009;h.78-79)
Tabel 2.3
Perbedaan lokia dan pendaran bukan
lokia
Lokia
|
Pendarahan bukan lokia
|
1.
Lokia biaasanya menetes dari muara vagina. Aliran yang
tetep kluar dalam jumlah lebih besar saat uterus kontraksi.
2.
Semburan lokia dapat terjadi akibat masasse pada
uterus.
3.
Apabila tampak lokia berwarna gelap, maka sebelumnya
terdapat lokia yang terkumpul dalam vagina dan jumlahnya segera berkurang
menjadi lokia berwarna merah terang.
|
1. Apabila
cairaan bercampur darah menyebur dari vaagina, kemungkinan terdaapat robekn
dari serviks atau vaaginaa sselain lokia normal.
1. Apabila jumlaah pendaaraahan terus
berlebihan dan berwarna meraah terang, kemungkinan terdapat suaatu robekan.
|
Maryuni, 2009;h.13
3). Servik
Servik
mengalami involusi bersama-sama dengan uterus. Servik
berwarna merah kehitaman karena penuh
pembulu darah. Konsistensinya lunak,
kadang-kadang terdapat perlukaan perlukaan kecil. Karena robekan kecil yang terjadi selama dilatasi, servik tidak pernah
kembali pada keadaan sebelum hamil. Bentuknya seperti corong karena disebabkan
oleh korpus uteri yang mengadakan kontraksi, sehingga pada perbatasan antara
korpus uteri dan servik berbentuk cincin. Muara servik yang berdilatasi 10 cm
pada waktu persalinan, menutup secara bertahap, setelah bayi lahir
tangan masih bisa masuk rongga rahim. 2 jam setelah persalinan dapat dilewati
2-3 jari dan setelah 6 minggu postpartum
servik menutup.
(ambarwati,
2009;h. 79).
4) Vulva Dan Vagina
Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan
yang sangat besar selama proses persalinan dan akan kembali normal secara
bertahap dalam 6-8 minggu postpartum. Penurunan hormon estrogen pada masa
postpartum berperan dalam penipisan mukosa vagina dan hilangnya rugae. Rugae
akan terlihat kembali pada sekitar minggu ke 4.
( abmarwati,2009;h.80 ).
b.
Perubahan
Sistem Pencernaan
Biasanya ibu akan mengalami
konstipasi setelah persalinan.Hal
ini disebabkan karena pada waktu persalinan, alat pencernaan engalami tekanan
yang menyebabkan kolon menjadi kosong, pengeluaran, cairan dan makanan,
serta kurangnya aktivitas tubuh.Supaya BAB kembali normal, dapat diatasi dengan
diet tinggi serta, peningkatan asupan cairan, dan ambulasi awal. Bila ini tidak
berhasil, dalam 2-3 hari dapat diberikan
huknah.
(ambarwati,2009;h.80).
c. Perubahan Sistem
Perkemihan
Setelah proses persalinan
berlangsung, biasanya ibu akan sulit untuk BAK dalam 24 jam pertama.
Kemungkinan penyebab dari keadaan ini adalah terdapat spasme sfinkter dan edema
leher kandung kemih sesudah bagian ini mengalami kompresi (tekanan) antara
kepala janin dan tulang pubis selama persalinan berlangsung.
Urine dalam jumlah besar akan
dihasilkan dalam
12-36 jam postpartum. Kadar hormone estrogen yang bersifat menahan air akan
mengalami penurunan yang mencolok. Keadaan tersebut disebut “dieresis”. Ureter
yang berdilatasi akan kembali normal dalam 6 minggu.
Dinding kandung kemih memperlihatkan
odem dan hyperemia, kadang-kadang odem trigonum yang menimbulkan alostaksi dari
uretra sehingga menjadi retensio urine. Kandung kemih dalam masa nifas menjadi
kurang sensitive dan kapasitas bertambah sehingga setiap kali kencing masih
tertinggal urine residual (normal kurang lebih 15 cc). Dalam hal ini, sisa
urine dan trauma pada kandung kemih sewaktu persalinan dapat menyebabkan
infeksi.(sulistyawati,2009;h.79).
d. Perubahan Sistem
Muskuloskeletal
Adaptasi
sistem muskulokeletal pada masaa nifas, meliputi :
1.
Dinding perut
dan peritonium
Dnding perut
akan longar pasca persalinan. Akan pulih dalam waktu 6 minggu.
2.
Kulit abdomen
Lama hamil
kuliat abdomen akan melebar, melongar, dan mengendur hingga berbulan-bulan.
Otot- otot dinding abdomen akan kembali normal dalam beerapa minggu pasca
persalinan dengan latihan post natal.
3.
Striae
Striae pada
dinding abdomen tidaka akn menghilang sempurna melainkan kan membentuk garis
lurus yang samar. Tingkat diastasi muskulus rektum abdominis pada ibu post
partum dapat dikaji melalui keadaan umum, aktivitas, paritas, dan jarak
kehamilan, sehingga dapat membantu menentukan lama pengembalian tonus otot menjadi
normal.
4.
Perubahan
ligamen
Setelah jalan
lahir, ligamen-ligamen, diafragma pelvis, dan fasia merengang sewaktu
kehaamilan dan partus berangsur-angsur menciut kembali seperti sediakala. Tidak
jarang ligamen rotundum menjadi kendor mengakibatkan letak uterus menjadi
retrofleksi.
5.
Simpisis pubis
Pemisahan
simpisis pubis jarang terjadi. Namun demikian hal ini dapat menyebabkan,
morbiditas martenaal. Gejala daari pmisahan simpisis aantaara lain : nyeri
tekan pada pubis disertai peningkatan nyeri saat bergerak ditempat tidur
ataupun saat bergerak,. Gejala ini dapat menghilang setelah beberapa minggu
aatau bulan paasca melahirkan, bahkan ada yang menetap .( Yanti, 2011;h. 63 )
e.
Perubahan
Tanda- tanda Vital
1.
Suhu Badan
24 jam post partum suhu badan akan naik sedikit (37,50c-380c)
sebagai akibat kerja keras waktu melahirkan, kehilangan cairan dan kelelahan, apabila keadaan normal
suhu badan akan biasa lagi.nifas dianggap
terganggu kalau ada emam lebih dari 380c pada 2 hari berturut-turut
pada 10 hari yang pertama post partum.
2.
Nadi
Denyut nadi
normal orang dewasa 60-80 kali/menit. Sehabis melahirkan biasanya denyut nadi akan naik, lebih
cepat.
3.
Tekanan Darah
Biasanya tidak
berubah,kemungkinan tekanan darah akan rendah setelah ibu melahirkan karena ada
perdarahan. Tekanan darah pada
postpartum dapat menandakan terjadinya preeklamsi post partum.
4.
Pernafasan
Keadaan pernafasan akan
selalu berhubungan dengan keadaan suhu dan denyut nadi. Apabila suha dan denyut nadi tidak normal pernafasan juga
akan mengikutinya kecualai ada gangguan khusus pada gangguan pernafasan.
(Ambarwati,2008;h.
83-84 )
f. Perubahan system
kardiovaskuler
1.
Volume darah
Perubahan
volume darah bergantung pada beberapa faktor, misalnya kehilangan darah selama
melahirkan dan mobilisasi, serta pengeluaran cairan ekstravaskuler (edema
fisiologis).pada minggu ke3 dan ke 4 setelah bayi lahir volume darah biasanya
menurun sampai mencapai volume darah sebelum hamil. Pada persalianan pervaginam
kehilangan darah sekitar 300-400 cc.
Tiga perubahan
fisiologis pascapostpartum yang terjadi pada wanita antara lain :
a. Hilangnya sirkulasi uteroplasenta yang mengurangui ukuran
pembuluh darah maternal 10-15 %.
b. Hilangnya fungsi endokrin plasenta yang menghilangkan
stimulus vasodilatasi.
c. Terjadinya mobilisasi air ekstravaskuler yang disimpan
selama hamil.
d. Curah jantung
Segera
setelah wanita melahirkan, keadaan ini akan meningkat bahkan lebih tinggi
selama 30-60 manit karena darah yang biasanya melintas sirkulasi uteroplasenta
tiba tiba kembali ke sirkulasi umum.
Pada hari
pertama post partum, kadar fibrinogen dan plasma akan sedikit menurun, tetapi
darah lebih mengental dan peningkatan viskositas sehingga meningkatkan faktor pembkuan darah.
Leukositosisyang meningkat dimanan jumlah sel darah putih dapat mencapai 15.000
selama persalinan akan tetap tinggi dalam beberapa hari setelah postpartum.
g. Perubahan system
hematologi
Selama minggu-minggu
terakhir kehamilan, kadar fibrinogen dan plasma, serta faktor-faktor pembekuan
darah makin meningkat. Pada hari pertama postpartum, kadar fibrinogen dan
plasma akan sedikit menurun, akan tetapi darah akan mengental sehingga
meningkatkan factor pembekuan darah. Leukositosis yang meningkat dengan jumlah
sel darah putih dapat mencapai 15.000 selama proses persalinan akan tetapi
tinggi dalam beberapa hari postpartum. Jumlah sel darah tersebut masih dapat
naik lagi sampai 25.000-30.000 tanpa adanya kondisi patologis jika wanita
tersebut mengalami persalinan yang lama.
( sulistyawati,2009;h.79
).
G.
Adaptasi Psikilogi
Ibu Nifas
Dalam menjalani
adaptasi psikologis setelah melahirkan, Reva Rubin (1963) mengatakan bahwa ibu
akan melalui fase-fase sebagai berikut :
a. Fase
taking in
1. Fase
ini merupakan periode
ketergantungan dimana ibu mengharapkan segala kebutuhannya terpenuhi orang lain.
2.
Berlangsung selam 1-2
hari setelah melahirkan, dimana fokus perhatian ibu terutama pada dirinya
sendiri (Ibu lebih berfokus pada dirinya).
3.
Beberapa hari setelah
melahirkan akan menangguhkan keterlibatanya dalam tanggung jawabnya.
4.
Disebut fase taking in
(fase menerima) selama 1-2 hari pertama ini, karena selama waktu ini, ibu yang
baru melahirkan memerlukan perlindungan
dan perawatan.
5.
Sedangkan dikatakan
sebagai fase dependen selama 1-2
hari pertama ini karena pada waktu ini, ibu menunjukan kebahagiaan/kegembiraan
yang sangat dan sangat senang untuk menceritakan tentang pengalamannya
melahirkan.
6.
Pada fase ini, ibu
lebih mudah tersinggung dan cenderung pasif terhadap lingkungannya disebabkan
karena factor kelelahan. Oleh karena itu ibu perlu cukup istirahat untuk
mencegah gejala kurang tidur. Disamping itu kondisi tersebut perlu dipahami
dengan menjaga komunikasi yang baik.
7.
Pada fase ini perlu
diperhatikan pemberian ekstra makanan untuk proses pemulihan ibu dan nafsu
makan ibu juga sedang meningkat.
b.
Fase taking hold
1.
Pada fase taking
hold atau dependen mandiri ini, secara
bergantian timbul kebutuhan ibu untuk mendapatkan perawatan dan penerimaan dari
orang lain dan keinginan untuk biasa
melakukan segala sesuatu secara mandiri.
2.
Fase ini berlangsung
antara 3-10 hari setelah melahirkan.
3.
Pada fase ini, ibu
sudah menunjukan kepuasan
(terfokus pada bayinya).
4.
Ibu mulai tertarik
melakukan pemeliharaan pada bayinya.
5.
Ibu mulai terbuka untuk
menerima pandidikan kesehatan bagi dirinya dan juga pada
bayinya.
6.
Ibu mudah sekali didorong untuk melakukan perawatan
bayinya.
7.
Pada fase ini, ibu merespon dengan penuh
semangat untuk memperoleh kesempatan belajar dan berlatih tentang
perawatan bayi dan ibu memiliki
keinginan untuk merawat bayinya secara langsung.
8. Untuk
itu, pada fase ini sangatlah tepat bagi bidan atau perawat untuk memberikan pendidikan
kesehatan tentang hal-hal yang diperlukan bagi ibu yang baru melahirkan dan
bagi bayinya.
c. Fase
letting Go (perlaku independen)
Fase ini
merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran barunya yang berlangsung
setelah 10 hari pasca melahirkan.
1. Ibu
sudah menyesuaian diri dengan ketergantungan bayinya.
2. Keinginan
ibu untuk merawat diri dan bayinya sangat meningkat pada fase ini.
3. Terjadi
penyesuaian dalam hubungan keluarga untuk mengobservasi bayi. Hubungan antar pasangan
memerlukan penyesuaian dengan kehadiran anggota baru (bayi). (sulistyawati,200;h.87-89 )
H. Kebutuhan dasar masa
nifas
a.
Gizi
Gizi pada ibu menyusui sangat beraitan dengan produksi susu yang sangat dibutuhkan untuk tumbuh
kemang bayi.
a. Kebuuhan kalori selama menyusui proposional denagn jumlah
air susu ibu yang dihasilkan dan lebih tinggi selama menyusui dibandingkan
selama hamil.rat-rata ibu harus mengkonsumsi 2300-2700 kalori ketika menyusui.
Makanan yang dikonsumsi ibu berguna untuk melakukan aktivitas, metabolisme,
cadangan dalam tubuh dan proses produksi asi.
b. Ibu memerlukan 20gr protein diatas kebutuhan normal
ketika menyusui. Protein diperlukan untuk pertumbuhan dan pergantian sel-sel
yang rusak atau mati. Sumber protein dapat diperoleh dari protein hewani (telu,
daging, ikan, susu, uadang, kerang, dan keju) dan protein nabati ( banyak
terkandung dalam tahu, tempe, dan kacang-kacangan ).(Vivian, 2009;h.72)
b.
Ambulasi
dini
Disebut
juga early ambulation. Early ambulation adalah kebijakan untuk selekas mungkin
untuk membimbing klien keluar dari tempat tidurnya dan membimbingnya selekas
mungkin berjalan. Klien sudah diperbolehkan bangun dari tempat tidur dalam
24-48 jam postpartum.
Keuntungan
early ambulation adalah :
1. merasa
lebih baik, lebih sehat dan lebih kuat
2. Faal
usus dan kandung kecing lebih baik
3. Dapat
lebih memungkinkan dalam mengajari ibu untuk merawat atau memelihara
anaknya, memandikan dan lain-lain selama ibu masih dalam perawatan.
4. Lebih sesuai dengan keadaan Indonesia ( social
ekonomis ) Menurut penelitian-penelitain yang seksama, early ambulation tidak
mempunyai pengaruh yang buruk, tidak menyebabkan perdarahan yang abnormal,
tidak memengaruhi penyembuhan luka episiotomy atau luka diperut, serta tidak
memperbesar kemungkinan prolapsus atau retrotexto uteri.( Saleha,2010; h.72 )
c. Eliminasi
1.
Miksi
Miksi
disebut normal bila dapat buang air kecil spontan setiap 3-4 jam. Ibu
diusahakan dapat buang air kecil sendiri, bila tidak dilakukan dengan tindakan:
a. Dirangsang
dengan mengalirkan air kran didekat dengan klien
b.
mengompres air hangat
diatas simpisis
c.
saat site bath
(berendam air hangat)klien disuruh BAK.
bila tidak berhasil dengan cara
diatas maka dilakukan katerisasi. Karna prosedur katerisasi membuat klien tidak
nyaman dan infeksi saluran kencing tinggi untuk itu kateterisasi tidak
dilakukan sebelum lewat 6 jam postpartum. Douwer kateter diganti setelah 48
jam.
2.
Defekasi
Biasanya
2-3 hari postpartum masih sulit buang air besar. Jika klien pada hari ketiga
belum juga bisa buang besar maka diberi laksan supositoria dan minum air
hangat.
Agar dapat buang air besar secara teratur
dapat dilakukan :
a.
diit teratur
b.
pemberian cairan yang banyak
c.
Ambuasi yang baik. (Vivian,2009;h.73-74)
d.
Kebersiahan diri
Pada
masa post partum, seorang ibu sangat rentan terhadap infeksi. Oleh karena itu,
kebersihan diri sangat penting untuk mencegah terjadinya infeksi. Kebersihan
tubuh, pakaian, tempat tidur, dan lingkungan sangat penting untuk tetap dijaga. (saleha,2009;h.73 )
Mengajarkan pada
ibu bagaiman cara membersihkan daerah kelamin dengan air dan sabun. Nasehatkan
ibu untuk membersihkan diri setiap kali selesai buang air kecil dan besar.
Sarankan ibu untuk menganti pembalut setidaknya dua kali seharui. Jika ibu
mempunyai luka episiotomitau lasersi sarankan ibu untuk menghindari menyentuh
daerah luka.(rukiyah, 2011;h.78)
Bersihkkan perinium
dengan sabun yang lembut minimal sekali sehari. Biasanya ibu akan merasa tkut
pada kemungkinan jahitan nya akan lepas, juga merasa sakit sehinga perinium
tidak dibersihkan, atau dicuci. Cairan
sabun atau sejenisnya sebaiknya dipakai setelah BABA atau BAK.
Membersihkan
dimulai dari simpisi smapai ke anal sehingga tidak terjaadi infeksi. Ibu diberitahu
cara menganti pembalut yitu bagian dalam jangan sampai terkontaminasi oleh
tangan. Pembalut yang sudah kotor diganti paling sedikit 4 kali. (Ambarwati,
2008;h.106)
e. Istirahat
Ibu nifas memerlukan istirahat yang cukup, istirahat yang
dibutuhkan ibu nifas sekitar 8 jam pada malam hari dan 1 jam pada siang hari.
Hal-hal yang dapat dilakukan ibu dalam memenuhi kebutuhan istirahatnyaa antara
lain :
1. Anjurkan ibu untuk istirahat yang cukup
2. Saran ibu untuk melakukan kegiatan rumah tangga secara
berlahan
3. Tidur siang atau istirahat saat bayi tidur. (Yanti, 2011;h.84)
Kurang
istirahat akan mempengaruhi ibu dalam beberapa hal, yaitu:
1.
Mengurangi jumlah
asi yang di produksi
2.
Memperlambat proses
involusi uterus dan memperbanyak pendarahan
3.
Menyebabakn depresi
dan ketidakmampuan untuk merawat bayi dan dirinya sendiri. (Vivian, 2009;h.76)
f. Seksual
Hubungan seksual aman dilakukan ketika daarah telah
berhenti. Hal yang dapat
menyebabkan pola seksual selama nifas berkurang antara lain :
1. Ganggan atau ketidaknyamanan fisik
2. Kelelahan
3. Ketidak seimbangan hormon
4. Kecemasan berlebihan (Yanti, 2011;h.84)
Hubungan seksual dapat dilakuakan dengan aman ketika luka
episiotomi telah sembuh dan lokia telah berhenti. Sebaiknya hubungan seksual
ditunda sampai 40 hari karena pada saat itu diharapkan organ-organ tubuh telah
pulih kembali.
(Vivian, 2009;h.77)
I.
Tindak
Lanjut Asuhan Nifas Dirumah
a. Jadwal
Kunjungan Rumah
Kunjungan
rumah bagi ibu pospartum mengacu pada kebijakan teknis pemerintah, yaitu 6 hari, 2
minggu, dan 6 minggu post partum.dari pemenuhan target pertemuan antara bidan
dengan pasien sangat bervariasi, dapat dilakukan dengan mengunjungi rumah
pasien atau pasien yang datang ke bidan atau RS ketika mengontrolkan kesehatan
bayi dan dirinya.
Kualitas
pertemuan yang lebih baik adalah jika tanaga kesehatan yang mengunjungi rumah
pasien karena hasil dari evaluasi akan lebih lengkap dan valid.selain itu,
informasi yang bidan sampaikan kepada keluarga pasien juga akan lebih mengena
karena bidan akan dapat lebih mudah dalam menyesuaikan isi informasi dengan
kondisi rumah dan lingkungannya, termasuk peluang adat yang berlaku dalam
masyarakat itu. (sulistyawati,2009;h.165)
J.
Luka Perinium
a.
Pengertian
Rupture adalah luka pada perineum yang diakibatkan oleh rusaknya
jaringan secara alamiah karena proses desakan kepala janin atau bahu pada saat
proses persalinan. Bentuk rupture biasanya tidak teratur sehingga jaringan yang
robek sulit dilakukan penjahitan. (Rukiyah,2010; h.361)
Rupture
adalah robek. dan perineum merupakan area berbentuk belah ketupat bila di lipat
dari bawah ,dan bisa dibagi antara regio urogenital di anterior dan region anal
di posterior oleh garis yang menghubungkan tuberositasiskia secara horizontal.
Dapat di simpulkan bahwa
rupture perineum merupakan robekan jalan lahir baik di sengaja ataupun tidak
untuk memperluas
jalan lahir.
b.
Pencegahan
Laserasi
Laserasi spontan pada
vagina atau perineum dapat terjadi saat kepala dan bahu di lahirkan kejadian
laserasi akan meningkat jika bayi di lahirakan terlalu cepat dan tidak
terkendali. Jalin kerjasama dengan ibu dan gunakan perasat manual yang
tepat dapat mengatur kecepatan kelahiran
bayi dan mencegah terjadinya laserasi. Kerjasama akan sangat bermanfaat saat
kepala bayi pada diameter 5- 6 cm tengah membuka vulva(crowning) karena
pengendalian kecepatan dan pengaturan diameter kepala saat melewati introitus
dan perineum dapat mengurangi terjadinya robekan. Bimbingan ibu untuk meneran
dan istirahat atau bernafas dengan cepat pada waktunya. (Winkdjosastro,2008; h.46)
c. Penyebab laserasi perineum
1. Penyebab maternal laserasi
perineum
a.
Partus presipitatus
yang tidak di kendalikan dan tidak di tolong
(sebab paling sering)
b.
Pasien tidak mampu
berhenti mengejan
c.
Partus di selesaikan
secara tergesa-gesa dengan dorongan fundus
yang berlebihan
d.
Edema dan kerapuhan
perineum Varikositas
vulva yang melemahkan jaringan perineum
e. Arcus
pubis sempit dengan pintu bawah panggul yang sempit pula sehingga menekan
kepala bayi ke arah posterior
f.
Perluasan episiotomy.
2. Faktor-faktor janin
a.
Bayi yang besar
b.
Posisi kepala yang
abnormal
c.
Kelahiran bokong
d.
Ekstrasi forceps yang
sukar
e.
Distosia bahu
f. Anomali
kongenital seperti hidrosepalus. (Oxorn,2010;
h.451)
d Tingkatan Robekan
Perineum
1.
Tingkat I
Robekan
hanya terjadi pada selaput lendir vagina dengan atau tanpa atau mengenai kulit
perineum sedikit.
2.
Tingkat II
Robek
yang terjadi lebih dalam yaitu selain mengenai selaput lendir vagina juga
mengenai muskulus perinei transversalis, tapi tidak mengenai sfingter ani
3.
Tingkat III
Robekan
yang terjadi mengenai seluruh perineum sampai mengenai otot –otot sfingter ani.
4.
Tingkat IV
Mukosa vagina, komisura
posterior,Kulit perineum,otot perineum,otot sfingter ani,dinding depan rectum.
(Sulistyawati,2010;
h.181)
Gambar 2.2. Robekan perinium
e Luka perinium
Luka perinium
setelah melahirkan ada 2 macam, yaitu :
1.
Ruptur adalah luka
pada perinium yang diakibatkan oleh
rusaknya
jaringan secara almiah karena proses desakan kepala janin atau bahu pada saat
proses persalinan. Biasanya ruptur bentuknya tidak teratur sehingga jarinagn
yang robek sulit dilakukan jahitan. (Rukiyah,2010;h.361)
2.
Episiotomi
adalah sebuah irisan bedah pada perinium untuk memperbesar muara vagina yang
dilakukan tepat sebelum kepala bayi lahir.
(Rukiyah, 2010;h.361)
f.
Melakukan penjaitan luka episiotomi
1. Prinsif penjaitan Perineum
a. Patuhi teknik asptik dengan cermat
b. Menggunakan sarung tangan ekstra di atas sarung tangan
steril yang telah digunakan sebelumnya.
c. Mengatur posisi kain steril di area rektum dan di
bawahnya sampai di bawah ketinggian meja untuk mengupayakan area yang tidak
terkontaminasi jika benang jatuh.
2. Pencegahan trauma yang lebih lanjut tidak perlu pada
jaringan insisi.
3. Angkat bekuan darah dan debris sebelum penjaitan luka.
Apabila debris dan bekuaan darah ikut terjait dapat dijadikan sebagai tempat
bagi kuman untuk berkebang biak.
4. Pastikan hemostatis yang terlihat sebelum penjahitan luka.
Hal ini menghindari pembentukan hematom yang secara keseluruhan dapat
mengganggu proses perbaikan.
5. Penyatuan jaringan yang akurat menutup semua kemungkinan
ada nya ruang sisa.
g.
Penjahitan
laserasi derajat II
Tujuan dari dilakukannya penjahitan pada
laserasi perineum adalah menyatukan kembali (mendekatkan) jaringan tubuh dan
mencegah kehilangan darah yang tidak perlu (memastikan hemostatis). Setiap
dilakukan penusukan jarum saat menjahit, kita sama saja membuat suatu luka baru
pada jaringan, oleh karena itu upayakan jahitan sesedikit mungkin namun dengan
hasil perapatan jaringan semaksimal mungkin.
1.
Teknik Jahitan Jelujur
Keuntungan
teknik jahitan jelujur.
a. Mudah
dipelajari (hanya perlu belajar satu jenis penjahitan dan satu atau dua jenis
simpul).
b. Tidak
terlalu nyeri karena sedikit benang yang digunakan.
c. Menggunakan
lebih sedikit jahitan.
Persiapan
Penjahitan.
a. Bantu
pasien mengambil posisi litotomi sehingga bokongnya berada di tepi tempat tidur
atau meja. Topang kakinya dengan alat penopang atau minta anggota keluarganya
untuk memegang kaki pasien sehingga tetap berada dalam posisi litotomi.
b. Tempatkan
handuk atau kain bersih di bawah bokong pasien.
c. Jika
mungkin, tempatkan lampu sedemikian rupa sehingga parineum dapat terlihat lebih
jelas.
d. Gunakan
teknik aseptik pada saat memeriksa robekan atau episiotomi, berikan anestesi
lokal dan jahit luka.
e. Cuci
tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir.
f. Pakai
sarung tangan DTT dan steril.
g. Dengan
menggunakan teknik aseptik, persiapkan peralatan dan bahan DTT untuk
penjahitan.
h. Duduk
dengan posisi santai dan nyaman sehingga luka bisa dengan mudah dilihat dan
penjahitan dilakukan tanpa kesulitan.
i. Gunakan
kain kassa DTT untuk menyeka vulva, vagina, dan perineum pasien. Bersihkan dengan lembut
sambil menilai luas dan dalamnya luka.
j. Periksa
vagina dan perineum secara lengkap. Pastikan bahwa laserasi merupakan laserasi
derajat satu dan dua. Jika laserasinya dalam atau luka episiotominya meluas,
periksa lebih jauh dan pastikan bahwa tidak terjadi robekan derajat tiga atau
empat. Masukan jari yang sudah bersarung tangan ekstra ke dalam anus dengan
hati-hati dan angkat jari tersebut secara perlahan untuk mengidentifikasi
sfingter ani. Raba tonus atau ketegangan sfingter. Jika sfingter terluka,
pasien mengalami laserasi derajat tiga atau empat dan harus segera dirujuk.
k. Lepas
sarung tangan ekstra yang tadi telah digunakan untuk memeriksa rektum, lalu
buang.
l. Berikan
anestesi lokal.
m. Sikapkan
jarum (pilih jarum yang batangnya bulat, tidak pipih) dan benang. Gunakan
benang cat gut kromik no, 2-0 atau 3-0.
n. Tempatkan
jarum pada pemegang jarum dengan sudut 90 derajat, lalu jepit jarum tersebut.
Gambar 2.2. Penjahitan luka perinium
Memberikan
Anestesi Lokal
Manfaat
dan tujuan anestesi lokal pada penjahitan laserasi perineum adalah sebagai
berikut. (Sulistyawati, 2010;h.183-189)
Gambar 2.3. Anastesi luka
perinium
h.
Pengertian Perawatan Luka Perinium
Perawatan adalah proses pemenuhan kebutuhan dasar manusia
(biologis, psikologis, sosial dan spiritual) dalam rentang sakit sampai dengan
sehat. Perineum adalah daerah antara kedua belah paha yang dibatasi oleh vulva
dan anus. Perawatan yang di lakukan pada daerah
perineum yang terdapat laserasi luka jalan lahir/ episiotomy.
1.
Tujuan Perawatan Perineum
Tujuan perawatan perineum adalah mencegah terjadinya infeksi
sehubungan dengan penyembuhan jaringan.Untuk
mencegah terjadinya infeksi, menjaga kebersihan perineum dan memberisskan rasa
nyaman pada pasien. (Maryuni,2011;
h.696)
2.
Lingkup Perawatan
Lingkup perawatan perineum ditujukan
untuk pencegahan infeksi organ-organ reproduksi yang disebabkan oleh masuknya
mikroorganisme yang masuk melalui vulva yang terbuka atau akibat dari
perkembangbiakan bakteri pada peralatan penampung lochea (pembalut).
3.
Waktu Perawatan
a.
Saat mandi
Pada
saat mandi, ibu post partum pasti melepas pembalut, setelah terbuka maka ada
kemungkinan terjadi kontaminasi bakteri pada cairan yang tertampung pada
pembalut, untuk itu maka perlu dilakukan penggantian pembalut, demikian pula
pada perineum ibu, untuk itu diperlukan pembersihan perineum.
b.
Setelah buang air kecil
Pada saat buang air kecil, pada saat buang air kecil
kemungkinan besar terjadi kontaminasi air seni pada rektum akibatnya dapat memicu
pertumbuhan bakteri pada perineum untuk itu diperlukan pembersihan perineum.
c.
Setelah buang air besar.
Pada saat buang air besar, diperlukan pembersihan sisa-sisa
kotoran disekitar anus, untuk mencegah terjadinya kontaminasi bakteri dari anus
ke perineum yang letaknya bersebelahan maka diperlukan proses pembersihan anus
dan perineum secara keseluruhan. (rukiyah, 2011; h125 – 126)
Perawatan
perinium dengan laserasi selama 10 hari, yaitu :
1.
Ganti pembalut yang bersih setiap 4-6 jam. Posisikan
pembalut denagn baik sehinga tidak bergeser.
2.
Lepaskan pembalut dari depan kebelakang sehingga
menghindari penyebaran infeks dari anus ke vagina.
3.
Aliran atau bilas dengan air hangat/cairan antiseptik
pada area perineum setelah defekasi. Keringkan dengan air pembalut atau
ditepuk-tepuk, dari arah vagina ke anal.
4.
Jangan dipegang samapi area tersebut pulih.
5.
Raasa gatal pada area sekitar jaahitan adalah normal dan
merupakan tanda penyembuhan. Namun, untuk meredakan rasa tidak nyaman, atasi
dengan mandi berendam air hangat atau kompres dingin dengan kain pembalut yang
telah diinginkan.
6.
Berbaring miring, hindari berdiri atau duduk lama untuk
mengurangi tekanan pada daerah tersebut.
7.
Lakukan laatihan kegel sesering mungkin guna merangsang
peredaran darah disekitar perinium. Dengan demikian, akan mempercepat
penyembuhan dan memperbaiki fungsi
otot-otot. Tidak perlu terkejut bila tidak merasakan apa pun ssaat pertama kali
berlatih karena area tersebut akan kebal setelah persalinan dan pulih secara
bertahap dalam beberapa minggu. (Bahiyatul,2009;h.79)
5.
Faktor yang Mempengaruhi Perawatan Perineum
a. Gizi
Faktor gizi terutama protein akan sangat mempengaruhi
terhadap proses penyembuhan luka pada perineum karena penggantian jaringan
sangat membutuhkan protein.
b.
Obat-obatan
1)
Steroid
Dapat menyamarkan adanya infeksi dengan Menggangu respon inflamasi normal.
2) Antikoagulan
Dapat menyebabkan hemoragi.
c. Keturunan
Sifat genetik seseorang akan
mempengaruhi terhadap proses penyembuhan luka.Salah satu sifat genetic yang
mempengaruhi adalah kemampuan dalam sekresi insulin dapat di hambat, sehingga dapat menyebabkan
glukosa darah meningkat. Dapat terjadi
penipisan protein-kalori.
d. Sarana Prasarana
Kemampuan ibu dalam menyediakan
sarana dan prasarana dalam perawatan perineum akan sangat mempengaruhi
penyembuhan perineum, misalnya kemampuan ibu dalam menyediakan antiseptic.
e. Budaya dan Keyakinan
Budaya dan keyakinan akan
mempengaruhi penyembuhan perineum, misalnya kebiasaan kerak telur, ikan dan daging ayam,
akan mempengaruhi asupan gizi ibu yang akan sangat mempengaruhi penyembuhan
luka. ikan protein-kalori. (Rukiyah,2010;h.361-362)
i.
Tindakan Perawatan Luka
1.
Alat-
alat
a) Trolly
b) Pispot
c) Pengalas
d) Sarung
Tangan
e) Kasa
kering pada tempatnya
f) Betadine
(Antiseptik)
g) Pinset
h) Bengkok
i) Ember
j) Cairan
klorin
k) tempat Sampah
2.
Persiapan
pasien
a) Beri
tahu pasien tentang tindakan yang akan di lakukan
b) Jaga
privasi pasie
c) Beri
posisi dorsal recumbent.
3.
Tindakan
a) Menyiapkan
alat- alat dan mendekatkan pada klien
b) Menutup
pintu, jendela atau tirai
c) Mencuci
tangan
d) Membuka
pakaian bawah klien
e) Memakai
sarung tangan
f) Memasang
pengalas di bawah bokang klien dan meletakkan pispot di bawah bokang
g) Membuang
pembalut yang kotor langsung ke tempat sampah medis
h) Melakukan
vulva hygine daerah perineum dan anus
i) Mengompres
luka episiotomy dengan kasa betadine
j) Membuang
sampah kotoran yang ada di bengkok ke tempat sampah medis, merendam sarung
tangan ke dalam larutan clorin
k) Memasang
pembalut dari depan ke belakang dan celana dalam
l) Melepas
sarung tangan dan merendam dalam cairan clorin
m) Merapikan
klien
n) Membereskan
dan membersihkan alat- alat
o) Mencuci
tangan kembali
p) Mencatat
keadaan luka setelah tindakan pada catatan perawat. (Maryuni,2011;h.98)
j.
Evaluasi
Parameter yang digunakan dalam
evaluasi hasil perawatan adalah:
1.
Perineum tidak lembab
2.
Posisi pembalut tepat
3.
Ibu merasa nyaman (Rukiyah,2010;h.364)
k.
Perawatan
Lanjutan
Merupakan
masalah kebersihan. Perinium di bersihkan dengan larutan antiseptik ringan tiap
kali sesudah buang air kecil dan besar. Di keringkan untuk mengurangi
pembengkakan pembasahan dan pencucian tiap hari dengan menggunakan air dan
sabun yang lembut adalah tindakan yang baik sekali untuk mempertahankan agar
perineum dan bebas dari secret yang iritatif.
Beberapa penyidik memakai preparat oral enzim proteolitik dengan hasil yang baik untuk
mengurangi nyeri dan edema. (oxorn,2010;h.79)
Nyeri
perineum yang terjadi belakangan atau berulang dapat di sebabkan oleh infeksi.
Tepi kulit tampak berair ,bengkak dan kusam mungkin juga berbau tidak sedap dan
terdapat nanah pada luka. Jika
jaringan perineum tampak mengalami infeksi,bidan harus berdiskusi dengan ibu
mengenai cara membersihkan area luka dan berusaha mengurangi kelembapan dan
panas. Ibu di sarankan menggunakan celana dalam dari bahan katun, hindari
menggunakan celana dalam yang ketat dan celana panjang,serta secara rutin
mengganti pembalut .
l.
Dampak Dari Perawatan Luka Perinium
Perawatan perineum yang dilakukan dengan baik dapat
menghindarkan hal berikut ini :
1.
Infeksi
Kondisi perineum yang terkena lokia dan lembab akan sangat
menunjang perkembangbiakan bakteri yang dapat menyebabkan timbulnya infeksi
pada perineum.
2.
Komplikasi
Munculnya infeksi pada perineum dapat merambat pada saluran
kandung kemih ataupun pada jalan lahir yang dapat berakibat pada munculnya
komplikasi infeksi kandung kemih maupun infeksi pada jalan lahir.
3.
Kematian ibu post partum
Penanganan komplikasi yang lambat dapat menyebabkan
terjadinya kematian pada ibu post partum mengingat kondisi fisik ibu post
partum masih lemah.
(http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2009/12/perawatan-luka-perineum/)diunggah
tanggal 27-05-2013 pukul 20.00 wib
m.
Infeksi Masa
Nifas
Infeksi masa nifas merupakan penyebab tertinggi angka
kematian ibu (AKI). Infeksi luka jalan lahir pasca persalinan, biasanya dari
endometrium bekas insersi plasenta.
Mikroorganisme penyebab infeksi perpuralis dapat berasal
dari luar atau dari jalan lahir penderita itu sendiri. Mikroorganisme endogen
lebih sering menyebabkan infeksi, yaitu golongan streptococcus, bail coli, dan
stafilovoccus. Akan tetapi kadang-kadang mikroorganisme ini berperan, seperti :
clostridium welchhi, gonococcus, salmonella thyphii, atau clostrodium tetanni.
1.
Faktor predisposisi (penyebab)
a)
Persalinan lama, khususnya denagn ketuban pecah.
b)
Pecah ketuban yang lama sebelum persalinan.
c)
teknik asepti yang
tidak sempurna.
d) Tidak
memperhatikan teknik mencuci tanggan
e)
Hematom
f)
Hemorargi, khususnya bila kehilangan darah lebih dari
1000 ml.
g)
Perawatan perineum yang tidak memadai.
(Vivian,2009;h.109-110)
2.
Macam-macam infeksi nifas
a.Endometritis
1.
Penyebabnya
1. E. Colli dan
kleb seila
2.
Streptococcus group B
3.
Spesies bacteriodes
4.
Spesies peptostreptococcus. (maryunani,2008;h.144)
2.
Tanda dan gejala
1.
Peningkatan demam secara presisten hingga 400c
2.
Takikardi
3.
Menggigil dengan infeksi berat
4.
Nyeri tekan uteri menyebar secara lateral
5.
Nyeri panggul dennagn pemeriksaan bimanual
6.
Subinvolusi
7.
Lokia sedikit, tidak berbau, atau berbau tidak sedap,
lokia seropurulenta. (vivian,2009;h.111)
3. Tatalaksana
1. Ibu ditingkakan
untuk istirahat
2. Perhatikan diet
terapeutik dan tingkaatkan asupan cairan
3. Perhatikan
kebersihan diri ibu
4. Monitor TTV. (maryunani,2008;h.146)
b. Parametritis
Infeksi
jaringan pelvisyang dapat terjadi melalui beberapa cara.
a)
Tanda dan gejala
1.
Temperatur > 400c
2.
Takikardi
3.
Perubahan tingkat kesadaran
4. Lokiaa berbau
busuk atau purulen
5.
Abses pada uterus
6.
Leukosit meningkat
7.
Keluar keringat banyak atau mengiggil
b)
Tindakan
1.
Tirah baring
2.
Pemberian antibiotik
3.
Pembedahan. (Maryunani,2008;h.145)
c. Peritonitis
Berasal dari penyebaran melalui pembuluh limfe uterus,
parametritis yang meluas ke peritonium, salpingo-ooforitis meluas ke
peritoniumatau langsung sewaktu t indakan per-abdominal.
Gambaran klinis
peritonitis, yaitu :
1)
Pelvioperitonitis
Demam, nyeri perut bagian bawah, nyeri pada pemeriksaan
dalam, kavum doglas menonjol karena adanya abses.
2)
Peritonitis umum
Berbahaya bila disebabkan oleh kuman yang patogen, perut
kembung, meteorismus, dan dapat terjadi paraletik ileus. Suhu badan tinggi,
nadi ceat dan lemah, perut nyeri tekan, pucat, muka cekung, kulit dingin, mata
cekung.
II.
TINJAUAN TEORI ASUHAN KEBIDANAN
A. Pengertian
Manajemen
asuhan kebidanan atau sering disebut manajemen asuhan kebidanan adalah suatu
metode berfikir dan bertindak secara sistematis dan logis dalam memberi asuhan
kebidanan, agar menguntungkan kedua belah pihak baik kliesnt maupun pemberi
asuhan.
Manajemen
kebidanan merupakan proses pemecahan masalah yang digunakan sebgaai metode
untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah,
temuan-temuan, keterampilan, dalam rangkaian tahap-tahap yang logis untuk
pengambiln suatu keputusan yang berfokus terhadap klien.
Manajemen
kebidanan diadaptasi dari sebuah konsep yang dikembangkan oleh Helen Varney
dalam buku Varney’s Midwifery, edisi ketiga tahun 1997, menggambarkan proses
manajemen asuhan kebidanan yang terdiri dari tujuh langkah yang berturut secara
sistematis dan siklik.
(Soepardan, 2008; h. 96)
1.
Langkah dalam manajemen
kebidanan menurut Varney
a.
Pengumpulan
data dasar (Pengkajian)
Mengumpulkan semua data
dasar yang di butuhkan untuk mengevaluasi keadaan klien. (Ambarwati,2009; h.131)
Untuk memperoleh data
dilakukan dengan cara:
a.
Anamnesa
Anamnesa dilakukan
untuk mendapatkan data anamnesa terdiri dari beberapa kelompok penting sebagai
berikut:
1) Data Subjektif
a) Identitas
pasien
1.
Nama
Selain
sebagai identitas, upayakan
agar bidan memanggil dengan nama
panggilan sehingga
hubungan
komunikasi antara bidan dan pasien menjadi lebih akrab.(Sulistyawati,2010;h. 220)
2. Umur
Di
catat dalam tahun untuk mengetahui adanya resiko seperti kurang dari 20 tahun,
alat- alat reproduksi belum matang,mental psikisnya belum siap. Sedangkan umur
lebih dari 35 tahun rentan sekali untuk terjadi perdarahan dalam masa nifas. (Ambarwati,2009; h.131)
3. Agama
Sebagai
dasar bidan dalam memberikan dukungan mental dan spiritual terhadap pasien dan
keluarga. (Sulistyawati,2010;h.221)
4. Suku
Berpengaruh
pada adat istiadat atau kebiasaan sehari-hari.
5.
Pendidikan pasien
Berpengaruh
dalam tindakan kebidanan dan untuk mengetahui sejauh mana tingkat
intelektualnya, sehingga bidan dapat memberikan konseling sesuai dengan
pendidikannya.
6.
Pekerjaan pasien
Gunanya
untuk mengetahui dan mengukur tingkat social ekonominya,karena ini juga
mempengaruhi dalam gizi pasien tersebut.
7. Alamat
pasien
Di
tanyakan untuk mempermudah kunjungan rumah bila di perlukan
b) Keluhan
utama
Untuk
mengetahui masalah yang di hadapi yang berkaitan dengan masa nifas,misalnya
pasien merasa mules,sakit pada jalan lahir karena adanya jahitan pada perineum. (Ambarwati,2009; h.132)
c) Paritas
Pada
kasus laserasi perineum terjadi pada
hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan
berikutnya, namun hal ini dapat dihindari atau dikurangi dengan jalan menjaga
jangan sampai dasar panggul dilalui oleh kepala janin dengan cepat.
( Oxorn ,2010;H.123)
Pada
seorang primipara atau orang yang baru pertama kali melahirkan ketika terjadi
peristiwa "kepala keluar pintu". Pada saat ini seorang primipara
biasanya tidak
dapat
tegangan yang kuat ini sehingga robek pada pinggir depannya. Luka-luka biasanya
ringan tetapi kadang-kadang terjadi juga luka yang luas dan berbahaya. Sebagai
akibat persalinan terutama pada seorang primipara, biasa timbul luka pada vulva
di sekitar introitus vagina yang biasanya tidak dalam akan tetapi kadang-kadang
bisa timbul perdarahan banyak (Prawirohardjo, 2005;h.59.).
d) Riwayat Sekarang
1. Kesehatan sekarang
Data-data
ini di perlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya penyakit yang di derita
pada saat ini yang ada hubungannya dengan masa nifas dan bayinya.
2. Kesehatan yang lalu
Data
yang di perlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya riwayat atau penyakit
akut, kronis seperti: Jantung, DM, Hipertensi, Asma yang dapat mempengaruhi
pada masa nifas ini
3.
Kesehatan yang keluarga
Data
ini di perlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya pengaruh penyakit keluarga
terhadap gangguan kesehatan pasien dan bayinya, yaitu bila ada penyakit
keluarga yang menyertainya. (Ambarwati, 2009;
h.133)
e) Riwayat
obstetri
1.
Riwayat haid
Mempunyai
gambaran tentang keadaan dasar dari organ reproduksinya.
a) Menarche
Usia
pertama kali mengalami menstruasi.
Untuk wanita Indonesia pada usia
sekitar 12- 16 tahun.
b) Siklus
Jarak
antara menstruasi yang di alami dengan menstruasi berikutnya dalam hitungan hari,
biasanya sekitar 23-32 hari.
c) Volume
Data
ini menjelaskan seberapa banyak darah menstrusi yang di keluarkan.
d) Keluhan
Beberapa
wanita menyampaikan keluhan yang di rasakan ketika mengalami menstruasi
misalnya sakit yang sangat, pening sampai pingsan,atau jumlah darah yang
banyak. (Sulistyawati,2010;h.221-222)
f)
Pola kebutuhan
Sehari-hari
1) Nutrisi
Ibu
nifas membutuhkan nutrisi yang cukup,gizi seimbang terutama
kebutuhan protein dan karbohidrat.
2) Eliminasi
Miksi
Di anggap normal bila
dapat BAK spontan tiap 3-4 jam post partum.
Defekasi
Dianggap normal bila ibu BAB dalam 3 hari post partum,
bila ada obstipasi dan feses mngeras tertimbun di rektum, mungkin akan terjadi
febris.
3)
Istirahat
Ibu disarankan untuk beristirahat yang cukup untuk mencegah
kelelahan yang berlebihan dan menyarankan ibu untuk kembali ke kegiatan
kegiatan yang tidak berat.(Vivian,2011; h.71-76)
4) Personal
Hygine
Dikaji
untuk mengetahui apakah ibu selalu menjaga kebersihan tubuh terutama pada
daerah genetalia, karena pada masa nifas masih mengeluarkan lokia.
5) Aktivitas
Menggambarkan
pola aktivitas pasien sehari- hari. Pada pola ini perlu di kaji pengaruh
aktivitas terhadap klesehatanya. Mobilisasi dini dapat mempercepat proses
pengembalian alat- alat reproduksi. (Ambarwati,2009; h.137)
2)Data Objektif
Data
ini di kumpukan guna melengkapi data untuk menegakkan diagnosis. Bidan
melakukan pengkajian data objektif melalui pemeriksaan inspeksi, palpasi, auskultasi, perkusi dan pemeriksaan
penunjang yang di lakukan secara berurutan. (sulityawati,2010;h.68)
a. Pemeriksaan Umum
Pemeriksaan
yang dilakukan kepada pasien sebagai berikut:
1)
Keadaan umum
Data
ini dapat dengan mengamati keadaan pasien secara keseluruhan,hasil pengamatan
yang di laporkan kriterianya baik atau lemah.
2)
Kesadaran
Untuk
mendapatkan gambaran tentang ke sadaran pasien,kita dapat melakukan pengkajian
derajat kesadaran pasien dari keadaan compos mentis sampai dengan koma.
(Sulistyawati, 2010;
h.226)
3)
Tinggi badan
Salah
satu ukuran pertumbuhan seseorang.
4)
Berat badan
Massa
tubuh di ukur dengan pengukuran massa atau timbangan. (Tambunan,2011; h.9)
b.
Tanda-tanda
vital
1)
Tekanan darah
Pada
beberapa kasus di temukan keadaan hipertensi post partum, tetapi keadaan ini
akan menghilang dengan sendirinya apabila tidak ada penyakit-penyakit lain yang
menyertainya dalam 2 bulan pengobatan.
2)
Nadi
Berkisar
antara 60- 80x/menit denyut nadi di atas 100x/menit pada masa nifas adalah
mengindikasikan adanya suatu infeksi, hal ini salah satunya bisa di akibatkan
oleh proses persalinan sulit atau karena kehilangan darah yang berlebih.
3)
Suhu
Peningkatan
suhu badan mencapai pada 24 jam pertama pada masa nifas pada umumnya di
sebabkan oleh dehidrasi,yang di sebabkan oleh keluarnya cairan pada waktu
melahirkan,selain itu bisa juga di sebabkan karena istirahat dan tidur yang di perpanjang selama awal
persalinan.
4)
Pernafasan
Pernafasan
harus berada dalam rentang yang normal,yaitu sekitar 20-30 x/menit.
(Ambarwati,2009; h.139)
c.
Pemeriksaan
fisik
1. Kepala
Organ
tubuh yang perlu di kaji karena pada kepala terdapat organ-organ yang sangat
penting. Pengkajian di awali dengan inspeksi lalu palpasi.
2.
Muka
Pada daerah muka di
lihat kesimetrisan muka,apakah kulitnya normal,pucat. Ketidak simetrisan muka
menunjukkan adanya gangguan pada saraf ke tujuh (Nervus Fasialis).
3. Mata
untuk mengetahui bentuk
dan fungsi mata,teknik yang di gunakan inspeksi dan palpasi.
4.
Telinga
Untuk mengetahui
keadaan telinga luar, saluran telinga, gendang telinga/membrane timpani, dan
pendengaran. teknik yang di gunakan adalah inspeksi dan palpasi. (Tambunan,2011; h.73)
5.
Hidung
di kaji untuk
mengetahui keadaan bentuk dan fungsi hidung,bagian dalam, lalu sinus- sinus.
6.
Mulut
untuk
mengetahui bentuk dan kelainan pada mulut
7.
Leher
Untuk mengetahui bentuk
leher, serta organ- organ lain yang berkaitan. Teknik yang di gunakan adalah
inspeksi dan palpasi.
8.
Dada
mengkaji
kesehatan pernafasan.
(Tambunan,2011; h.66-86)
9.
Payudara
Umunya
ASI keluar 2-3 hari setelah melahirkan.
Namun
dipayudara sudah terbentuk kolostrum yang
baik
sekali untuk bayi, karena mengandung zat kaya
gizi dan antibiotik
pembunuh kuman.
(saleha,2009;h.76)
10. Perut
Segera
setelah persalinan, tinggi fundus uteri 2 cm dibawah pusat, 12 jam kemudian
kembali 1 cm diatas pusat menurun kira-kira 1 cm setiap hari. Pada hari kedua
setelah persalinan tinggi fundus uteri 1 cm dibawah pusat. Pada hari ke 3-4
tinggi fundus uteri 2 cm dibawah pusat. Pada hari ke 5-7 tinggi fundus uteri
setengah pusat simpisis. Pada hari ke 10 tinggi fundus uteri tidak teraba.
11. Punggung
Mengkaji
nyeri tekan, nyeri ketuk.
12. Genetalia
Mengkaji kebersihan, pengeluaran, massa, bau (Ambarwati,2009;h.88)
1.
Identifikasi
Diagnosa, Masalah, dan Kebutuhan
Pada langkah ke-dua
dilakukan identifikasi terhadap diagnosis atau masalah berdasarkan interpretasi
yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan. Data dasar tersebut kemudian
diinterpretaskan
sehingga dapat dirumuskan masalah dan diagnose yang spesifik. Baik rumusan
diagnosis maupun rumusan masalah keduanya harus ditangani, meskipun masalah
tidak bisa dikatakan sebagai diagnosis tetapi harus mendapatkan penanganan .(Suryani, 2008; h. 99)
a. Diagnosa
Kebidanan
Diagnosis dapat di
tegakkan berkaitan dengan para,abortus,anak hidup,umur ibu,dan keadaan nifas.
b. Masalah
Kebutuhan
Permasalahan yang
muncul berdasarkan pernyataan pasien. (Ambarwati,2009; h.141)
c. Mengidentifikasi kebutuhan
Dalam bagian
ini bidan menentukan kebutuhan pasien berdasarkan keadaan dan masalahnya. (Sulistyawati,
2009;h.229)
2.
Antisipasi
Masalah Potensial
Pada langkah ke tiga
ini mengidentifikasi masalah potensial berdasarkan diagnose atau masalah yang
sudah di identifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi bila memungkinkan di
lakukan pencegahan. (Suryani,2008;
h.99)
3.
Tindakan
Senggera
Pada pelaksanaannya,
bidan kadang dihadapkan pada situasi yang darurat, yang menuntut bidan
melakukan tindakan penyelamatan terhadap pasien. Kadang pula dihadapkan pada
situasi pasien yang memerlukan tindakan segera padahal sedang menunggu
inrtruksi dokter. Bidan sangat dituntut kemampuannya untuk dapat melakukan
evaluasi keadaan pasien agar asuhan yang diberikan tepat dan aman.
(Sulistyawati,2009;h.132)
4. Merencanakan asuhan
Langkah-langkah
ini di tentukan oleh sebelumnya yang merupakan lanjutan dari masalah atau
diagnose yang telah di identifikasi atau antisipasi. (Ambarwati,2009; h.143)
1.
Pantau keadaan umum ibu
2.
Mencegah masa nifas
karena atonia uteri
3.
Pemberian ASI awal
4.
Menjaga bayi untuk
pencegahan hipotermi
5.
Lakukan perawatan luka
perineum
6.
Siapkan alat-alat yang
di gunakan untuk perawatan luka perineum
7.
Menilai adanya
tanda-tanda demam, infeksi,atau perdarahan abnormal
8.
Memastikan ibu mendapat
istirahat yang cukup
9.
Memastikan ibu mendapat
makanan yang bergizi
10.
Memastikan ibu menyusui
dengan baik dan tidak memperlihatkan tanda-tanda penyulit.
11. Beritahu
kunjungan ulang (Ambarwati,2009; h 5)
5.
Melaksanakan
perencanaan
Tahap
ini merupakan tahap pelaksanaan dari semua rencana sebaelumnya, baik tehadap
masalah pasien ataupun diagnosis yang di tegakkan. (Ambarwati,2009;h.5)
6.
Evaluasi
Evaluasi dan asuhan
kebidanan di perlukan untuk mengetahui keberhasilan yang di berikan. Evaluasi
keefektifan asuhan yang di berikan apakah tindakan yang di berikansudah sesuai
dengan perencanaan.rencana tersebut dapat di anggap efektif jika benar efektif
dalam pelaksanaannya. Evaluasi dapat di lakukan saat ibu melakukan kunjungan
ulang. Saat itu bidan dapat melakukan penilaian keberhasilan asuhan.langkah ini dilakukan untuk menilai keefektifan dari
asuhan yang sudah diberikan. Rencana asuhan dapat
dianggap efektif jika memang benar efektif pelaksanaanya. (Varney.2006; h.28)
II.
LANDASAN HUKUM WEWENANG BIDAN
Berdasarkan Peraturan
Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor
1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin dan Penyelenggaran Praktik Bidan, kewenangan
yang dimiliki bidan meliputi:
1.
Kewenangan normal
a)
Pelayanan kesehatan ibu
b)
Pelayanan kesehatan
anak
c)
Pelayanan kesehatan
reproduksi perempuan dan keluarga berencana
2.
Kewenangan dalam
menjalankan program Pemerintah
3.
Kewenangan bidan yang
menjalankan praktik di daerah yang tidak
memiliki
dokter
Kewenangan normal adalah kewenangan yang
dimiliki oleh seluruh bidan. Kewenangan ini meliputi:
1.
Pelayanan kesehatan ibu
Ruang lingkup:
a)
Pelayanan konseling
pada masa pra hamil
b)
Pelayanan antenatal
pada kehamilan normal
c)
Pelayanan persalinan
normal
d) Pelayanan
ibu nifas normal
e)
Pelayanan ibu menyusui
f)
Pelayanan konseling
pada masa antara dua kehamilan
Kewenangan :
a)
Penjahitan luka jalan
lahir tingkat I dan II
b)
Penanganan
kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan
c)
Pemberian tablet Fe
pada ibu hamil
d)
Pemberian vitamin A
dosis tinggi pada ibu nifas Fasilitasi/bimbingan inisiasi menyusu dini (IMD)
dan promosi air susu ibu (ASI) eksklusif
e)
Pemberian uterotonika
pada manajemen aktif kala tiga dan postpartum
f)
Penyuluhan dan konseling
g)
Bimbingan pada kelompok
ibu hamil
h)
Pemberian surat
keterangan kematian
i)
Pemberian surat
keterangan cuti bersalin
2.
Pelayanan kesehatan
anak
Ruang lingkup
a.
Pelayanan bayi baru
lahir
b.
Pelayanan bayi
c.
Pelayanan anak balita
d.
Pelayanan anak pra
sekolah
Kewenangan
a.
Melakukan
asuhan bayi baru lahir normal termasuk resusitasi, pencegahan hipotermi, inisiasi menyusu dini (IMD), injeksi vitamin K 1
b.
perawatan bayi baru
lahir pada masa neonatal (0-28 hari), dan perawatan tali pusat
c.
Penanganan hipotermi
pada bayi baru lahir dan segera merujuk
d.
Penanganan
kegawatdaruratan, dilanjutkan dengan perujukan
e.
Pemberian imunisasi
rutin sesuai program Pemerintah
f.
Pemantauan tumbuh
kembang bayi, anak balita dan anak pra sekolah
g.
Pemberian konseling dan
penyuluhan
h.
Pemberian surat
keterangan kelahiran
i.
Pemberian surat
keterangan kematian
3.
Pelayanan kesehatan
reproduksi perempuan dan keluarga berencana
Kewenangan
a.
Memberikan penyuluhan
dan konseling kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana
b.
Memberikan alat
kontrasepsi oral dan kondom
Selain
kewenangan normal sebagaimana tersebut di atas, khusus bagi bidan yang
menjalankan program Pemerintah mendapat kewenangan tambahan untuk melakukan
pelayanan kesehatan yang meliputi:
1)
Pemberian alat
kontrasepsi suntikan, alat kontrasepsi dalam rahim, dan memberikan pelayanan
alat kontrasepsi bawah kulit
2)
Asuhan antenatal
terintegrasi dengan intervensi khusus penyakit kronis tertentu (dilakukan di
bawah supervisi dokter)
3)
Penanganan bayi dan
anak balita sakit sesuai pedoman yang ditetapkan
4)
Melakukan pembinaan
peran serta masyarakat di bidang kesehatan ibu dan anak, anak usia sekolah dan
remaja, dan penyehatan lingkungan
5)
Pemantauan tumbuh
kembang bayi, anak balita, anak pra sekolah dan anak sekolah
6)
Melaksanakan pelayanan
kebidanan komunitas
7)
Melaksanakan deteksi
dini, merujuk dan memberikan penyuluhan terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS)
termasuk pemberian kondom, dan penyakit lainnya
8)
Pencegahan
penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) melalui
informasi dan edukasi
9)
Pelayanan kesehatan
lain yang merupakan program Pemerintah.
Khusus untuk
pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit, asuhan antenatal terintegrasi,
penanganan bayi dan anak balita sakit, dan pelaksanaan deteksi dini, merujuk,
dan memberikan penyuluhan terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS) dan penyakit
lainnya, serta pencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat
Adiktif lainnya (NAPZA), hanya dapat dilakukan oleh bidan yang telah mendapat
pelatihan untuk pelayanan tersebut Selain itu, khusus di daerah (kecamatan atau
kelurahan/desa) yang belum ada dokter, bidan juga diberikan kewenangan
sementara untuk memberikan pelayanan kesehatan di luar kewenangan normal,
dengan syarat telah ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Kewenangan
bidan untuk memberikan pelayanan kesehatan di luar kewenangan normal tersebut
berakhir dan tidak berlaku lagi jika di daerah tersebut sudah terdapat tenaga
dokter. (www.Kesehatan
Ibu.Depkes,go.id)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar