Kamis, 04 Juli 2013

BAB II



BAB II
TINJAUAN TEORI

I.     TINJAUAN TEORI MEDIS MASA NIFAS
A.      Pengertian Masa Nifas
1.    Masa nifas adalah masa setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat- alat   kandungan kembali seperti keaadaan sebelum hamil.(Saleha,2009;h.2)
2.    Masa nifas atau puerpurium di mulai sejak 1 jam setelah lahirnya plasenta samapai dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu. (Prawihardjo,2008;h.356)
3.    Masa nifas atau purpureum di mulai sejak 2 jam setelah lahirnya plasenta sampai dengan 6 minggu (42 hari). (Vivian,2009; h.1)

B.  Tujuan Masa nifas
1.    Meningkatkan kesejahteraan fisik dan psikologi bagi ibu dan   bayi.
2.    Pencegahan, diagnosis dini, dan pengobatan komplikasi pada ibu.
3.    Merujuk ibu keasuhan tenaga ahli bila diperlukan.
4.    Mendukung dan memperkuat kenyakinan ibu serta memungkinkan ibu mampu melaksanakan perannya dalam situasi keluarga dan budaya khususnya.
5.    Imunisasi ibu terhadap tentanus.
6.    Mendorong pelaksanaan metode yang sehat tentang pemberian makanan anak serta meningkatkan pengembangan hubungan yang baik antara ibu dan anak (Sulistyawati,2009;h 2-3).

C.  Peran Bidan Pada masa nifas
1.    Memberikan dukungan yang terus menerus selama masa nifas yang baik dan sesuai dengan kebutuhan ibu agar mengurangi ketegangan fisik dan psikologis selama persalinan dan nifas.
2.    Sebagai promotor hubungan yang erat antara ibu dan bayi secara fisik dan psikologis
3.    Mengondisikan ibu untuk menyusui bayinya dengan cara rasa nyaman.
(Saleha,2009; h. 4-5)

D.       Tahapan masa nifas
Masa nifas dibagi menjadi 3 tahap, yaitu :
1.    Puerpurium dini
Yaitu kepulihan dimana ibu dibolehkan untuk berdiri dan bejalan -  jalan serta menjalankan aktivitas layaknya wanita normal lainnya.
2.    Puerpurium intermedial
Yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6-8 minggu.

3.    Remote puerpurium
Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. (dewi,sunarsih,2009; h.4)  

E.            Kebijakan program nasional masa nifas
Kebijakan program nasional pada masa nifas yaitu paling sedikit 4 kali melakukan kunjungan pada masa nifas, dengan tujuan untuk:
1.    Menilai kondisi kesehatan ibu dan bayi
2.    Melakukan pencegahan terhadap kemungkinan -kemungkinan adanya gangguan kesehatan ibu nifas dan bayi.
3.    Mendeteksi adanya komplikasi atau masalah yang terjadi pada masa nifas.
4.    Menangani komplikasi atau masalah yang timbul dan menggangu kesehatan ibu nifas maupun bayinya. ( yanti, 2011;h. 2-3 )








Tabel 2.1
program dan kebijakan tekhik masa nifas
Kunjungan
Waktu
Tujuan
1
6-8 jam setelah persalinan
a.     Mencegah terjadinya perdarahan pada masa nifas
b.     Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan dan memberikan rujukan bila perdarahan berlanjut
c.     Memberikan konseling kepada ibu atau salah satu anggota keluarga mengenai bagaimana mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri
d.     Pemberian ASI pada masa awal menjadi ibu
e.     Mengajarkan ibu untuk mempererat hubungan antara ibu dan bayi baru lahir
f.     Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah hipotermi
2
6 hari setelah persalinan
a.     Memastikan involusi uteri berjalan normal,uterus berkontraksi, fundus di bawah umbilicus tidak ada perdarahan abnormal,dan tidak ada bau
b.     Menilai adanya tanda-tanda demam,infeksi atau kelainan pasca melahirkan
c.     Memastikan ibu mendapat cukup makanan, cairan,dan istirahat
d.     Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak ada tanda-tanda penyulit
e.     Memberikan konseling kepada ibu mengenai asuhan pada bayi,cara merawat tali pusat,dan menjaga bayi agar tetap hangat
3
2 minggu setelah persalinan
Sama seperti di atas (enam hari setelah persalinan)
4

6 minggu setelah persalinan
a.     Menanyakan pada ibu tentang penyulit-penyulit yang di alami atau bayinya
b.     Memberikan konseling untuk KB secara dini
   saleha,2009; h.6

F.     Perubahan fisiologis pada masa nifas
a.    Perubahan Sistem Reproduksi
Selama masa nifas,alat-alat interna maupun eksterna berangsur-angsur kembali seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan keseluruhan alat genetalia ini di sebut involusi. (Saleha,2009;h.53)
Pada masa ini terjadi juga perubahan penting lainnya, perubahan  yang terjadi antara lain sebagai berikut:
1.    Uterus
Segera setelah lahirnya plasenta,pada uterus yang berkontraksi posisi fundus uteri berada kurang lebih pertengahan antara umbilicus dan simpisis, atau sedikit lebih tinggi.
Kontraksi adalah sama dengan kontraksi sewaktu persalinan, hanya saja sekarang tujuannya berbeda. Sebagaimana diketahui, ketika uterus berkontraksi, seorang wanita akan merasakan mules. Inilah yang disebut nyeri setelah melahirkan. Hal ini akan berlangsung 2 hingga 3 hari setelah melahirkan. ( Rukiyah, 2009;h.141)
Proses involusi uterus ( proses pengembalian uterus kekeadaan sebelum hamil), adalah sebagai berikut :
1)   Iskemia miometrium
Hal ini disebabkan oleh kontraksi dan retraksi yang terus menerus dari uterus setelah pengeluaran plasenta sehingga membuat uterus menjadi relatif anemi dan menyebabkan serat otot atrofi.
2)   Atrofi jaringan
Terjadi sebagai reaksi penghentian hormon estrogen saat plasenta lahir.
3)   Autolysis
Merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi di dalam otot uterus. Enzim proteolitik akan memendekan jaringan otot yang telah mengendur hingga panjangnya 10 kali panjang sebelum hamil dan lebarnya 5 kali lebar sebelum hamil yang terjadi selama kehamilan. Ini disebabkan karena penurunan hormon progesteron dan estrogen.

4)   Efek oksitosin
Oksitosin menyebabkan terjadinya kontrksi dan retraksi otot uterus sehingga kan menekan pembuluh darah yang mengakibatkan berkurangnya suplai darah ke uterus. Proses ini membantu mengurangi tempat implantasi plasenta serta mengurangi pendarahan. ( Yanti, 2011;h.56 )

                                                  Tabel 2.2
                                               Involusi Uterus


Involusi


TFU

Berat Uterus
(gr)
Diameter bekas melekat Plasenta

Keadaan Serviks
Bayi Lahir
Setinggi Pusat
1000


Uri Lahir
2 Jari di bawah Pusat
750
12,5
Lembek
Satu minggu
Pertengahan pusat- sympisis
500
7,5
Beberapa hari setelah post partum dapat di lalui 2 jari akhir minggu pertama dapat di masuki 1 jari
Dua minggu
Tak teraba di atas sympisis
350
3-4
Enam minggu


Bertabah Kecil
50-60
1-2





                   Di bawah ini dapat dilihat perubahan TFU  pada masa nifas :
                                      
          Gambar 2.1  Perubahan sistem reproduksi masa nifas

2.    Proses involusi pada bekas implantasi plasenta
a.    Bekas implantasi plasenta segera setelah lahir seluas 12x5 cm, permukaan kasar, tempat pembuluh darah besar bermuara.
b.    pada pembulu darah terjadi pembentukan trombosis, disamping pembuluh darah tertutup karena kontraksi otot rahim.
c.    bekas luka implantasi dengan cepat mengecil, pada minggu kedua sebesar 6-8 cm dan pada akhir masa nifas sebesar 2 cm.
d.   Lapisan endometrium dilepaskan dalam bentuk jaringan neokrosit bersama dengan lochea.
e.    Luka bekas implantasi plasenta akan sembuh karena pertumbuhan endometrium yang berasal dari tepi luka dan lapisan basalis endometrium.
f.     Luka sembuh sempurna pada 6-8 minggu post partum.(ambarwati,2009;h.74-76)
3.    Lochia
Berikut ini adalah beberapa jenis lokia yang terdapat pada wanita pada masa nifas:
a.    Lokia rubra (cruenta) berawana merah karena berisi darah segar dan sisa–sisa selaput ketuban, sel-sel desidua,vernik caseossa,lanugo,mekonium selama 2 hari pasca persalinan.  
b.   Lokia sanguilenta berwarna merah kuning berisi darah dan lender yang keluar pada hari ke-3 sampai ke-7 pasca persalinan.
c.    Lokia serosa adalah lokia berikutnya. Di mulai dengan versi yang lebih pucat dari lokia rubra. Cairan tidak berdarah lagi pada hari ke-7 sampai hari ke-14 pascapersalinan
d.   Lokia Alba adalah lokia yang terakhir .di mulai dari hari ke-14 kemudian makin lama makin sedikit hingga sama sekali berhenti sampai satu atau dua minggu berikutnya. (Vivian,2009; h.58)

Bila terjadi infeksi keluar cairan nanah berbau busuk disebut dengan lochea purulenta. Pengeluaran lochea yang tidak lancar disebut lochea statis. (ambarwati,2009;h.78-79)



Tabel 2.3
  Perbedaan lokia dan pendaran bukan lokia
Lokia
Pendarahan bukan lokia
1.       Lokia biaasanya menetes dari muara vagina. Aliran yang tetep kluar dalam jumlah lebih besar saat uterus kontraksi.
2.       Semburan lokia dapat terjadi akibat masasse pada uterus.
3.       Apabila tampak lokia berwarna gelap, maka sebelumnya terdapat lokia yang terkumpul dalam vagina dan jumlahnya segera berkurang menjadi lokia berwarna merah terang.
1. Apabila cairaan bercampur darah menyebur dari vaagina, kemungkinan terdaapat robekn dari serviks atau vaaginaa sselain lokia normal.
1.    Apabila jumlaah pendaaraahan terus berlebihan dan berwarna meraah terang, kemungkinan terdapat suaatu robekan.
 Maryuni, 2009;h.13

3). Servik
Servik mengalami involusi bersama-sama dengan uterus. Servik berwarna merah kehitaman karena penuh pembulu darah. Konsistensinya lunak, kadang-kadang terdapat perlukaan perlukaan kecil. Karena robekan kecil yang terjadi selama dilatasi, servik tidak pernah kembali pada keadaan sebelum hamil. Bentuknya seperti corong karena disebabkan oleh korpus uteri yang mengadakan kontraksi, sehingga pada perbatasan antara korpus uteri dan servik berbentuk cincin. Muara servik yang berdilatasi 10 cm pada waktu persalinan, menutup secara bertahap, setelah bayi lahir tangan masih bisa masuk rongga rahim. 2 jam setelah persalinan dapat dilewati 2-3 jari dan setelah 6 minggu postpartum servik menutup.
(ambarwati, 2009;h. 79).
4)    Vulva Dan Vagina
Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang sangat besar selama proses persalinan dan akan kembali normal secara bertahap dalam 6-8 minggu postpartum. Penurunan hormon estrogen pada masa postpartum berperan dalam penipisan mukosa vagina dan hilangnya rugae. Rugae akan terlihat kembali pada sekitar minggu ke 4.
( abmarwati,2009;h.80 ).

b.    Perubahan Sistem Pencernaan
Biasanya ibu akan mengalami konstipasi setelah persalinan.Hal ini disebabkan karena pada waktu persalinan, alat pencernaan engalami tekanan yang menyebabkan kolon menjadi kosong, pengeluaran, cairan dan makanan, serta kurangnya aktivitas tubuh.Supaya BAB kembali normal, dapat diatasi dengan diet tinggi serta, peningkatan asupan cairan, dan ambulasi awal. Bila ini tidak berhasil, dalam 2-3 hari dapat diberikan huknah.
(ambarwati,2009;h.80).

c.    Perubahan Sistem Perkemihan
Setelah proses persalinan berlangsung, biasanya ibu akan sulit untuk BAK dalam 24 jam pertama. Kemungkinan penyebab dari keadaan ini adalah terdapat spasme sfinkter dan edema leher kandung kemih sesudah bagian ini mengalami kompresi (tekanan) antara kepala janin dan tulang pubis selama persalinan berlangsung.
Urine dalam jumlah besar akan dihasilkan dalam 12-36 jam postpartum. Kadar hormone estrogen yang bersifat menahan air akan mengalami penurunan yang mencolok. Keadaan tersebut disebut “dieresis”. Ureter yang berdilatasi akan kembali normal dalam 6 minggu.
Dinding kandung kemih memperlihatkan odem dan hyperemia, kadang-kadang odem trigonum yang menimbulkan alostaksi dari uretra sehingga menjadi retensio urine. Kandung kemih dalam masa nifas menjadi kurang sensitive dan kapasitas bertambah sehingga setiap kali kencing masih tertinggal urine residual (normal kurang lebih 15 cc). Dalam hal ini, sisa urine dan trauma pada kandung kemih sewaktu persalinan dapat menyebabkan infeksi.(sulistyawati,2009;h.79).

d.   Perubahan Sistem Muskuloskeletal
Adaptasi sistem muskulokeletal pada masaa nifas, meliputi :
1.        Dinding perut dan peritonium
Dnding perut akan longar pasca persalinan. Akan pulih dalam waktu 6 minggu.
2.        Kulit abdomen
Lama hamil kuliat abdomen akan melebar, melongar, dan mengendur hingga berbulan-bulan. Otot- otot dinding abdomen akan kembali normal dalam beerapa minggu pasca persalinan dengan latihan post natal.
3.        Striae
Striae pada dinding abdomen tidaka akn menghilang sempurna melainkan kan membentuk garis lurus yang samar. Tingkat diastasi muskulus rektum abdominis pada ibu post partum dapat dikaji melalui keadaan umum, aktivitas, paritas, dan jarak kehamilan, sehingga dapat membantu menentukan lama pengembalian tonus otot menjadi normal.
4.        Perubahan ligamen
Setelah jalan lahir, ligamen-ligamen, diafragma pelvis, dan fasia merengang sewaktu kehaamilan dan partus berangsur-angsur menciut kembali seperti sediakala. Tidak jarang ligamen rotundum menjadi kendor mengakibatkan letak uterus menjadi retrofleksi.
5.        Simpisis pubis
Pemisahan simpisis pubis jarang terjadi. Namun demikian hal ini dapat menyebabkan, morbiditas martenaal. Gejala daari pmisahan simpisis aantaara lain : nyeri tekan pada pubis disertai peningkatan nyeri saat bergerak ditempat tidur ataupun saat bergerak,. Gejala ini dapat menghilang setelah beberapa minggu aatau bulan paasca melahirkan, bahkan ada yang menetap .( Yanti, 2011;h. 63 )

e.    Perubahan Tanda- tanda Vital
1.    Suhu Badan
24 jam post partum  suhu badan akan naik sedikit (37,50c-380c) sebagai akibat kerja keras waktu melahirkan, kehilangan cairan dan kelelahan, apabila keadaan normal suhu badan akan biasa lagi.nifas dianggap terganggu kalau ada emam lebih dari 380c pada 2 hari berturut-turut pada 10 hari yang pertama post partum.
2.    Nadi
Denyut nadi normal orang dewasa 60-80 kali/menit. Sehabis melahirkan biasanya denyut nadi akan naik, lebih cepat.
3.    Tekanan Darah
Biasanya tidak berubah,kemungkinan tekanan darah akan rendah setelah ibu melahirkan karena ada perdarahan. Tekanan darah pada postpartum dapat menandakan terjadinya preeklamsi post partum.

4.    Pernafasan
Keadaan pernafasan akan selalu berhubungan dengan keadaan suhu dan denyut nadi. Apabila suha dan denyut nadi tidak normal pernafasan juga akan mengikutinya kecualai ada gangguan khusus pada gangguan pernafasan.
(Ambarwati,2008;h. 83-84 )

f.     Perubahan system kardiovaskuler
1.    Volume darah
Perubahan volume darah bergantung pada beberapa faktor, misalnya kehilangan darah selama melahirkan dan mobilisasi, serta pengeluaran cairan ekstravaskuler (edema fisiologis).pada minggu ke3 dan ke 4 setelah bayi lahir volume darah biasanya menurun sampai mencapai volume darah sebelum hamil. Pada persalianan pervaginam kehilangan darah sekitar 300-400 cc.
Tiga perubahan fisiologis pascapostpartum yang terjadi pada wanita antara lain :
a.    Hilangnya sirkulasi uteroplasenta yang mengurangui ukuran pembuluh darah maternal 10-15 %.
b.    Hilangnya fungsi endokrin plasenta yang menghilangkan stimulus vasodilatasi.
c.    Terjadinya mobilisasi air ekstravaskuler yang disimpan selama hamil.
d.   Curah jantung
Segera setelah wanita melahirkan, keadaan ini akan meningkat bahkan lebih tinggi selama 30-60 manit karena darah yang biasanya melintas sirkulasi uteroplasenta tiba tiba kembali ke sirkulasi umum.

Pada hari pertama post partum, kadar fibrinogen dan plasma akan sedikit menurun, tetapi darah lebih mengental dan peningkatan viskositas  sehingga meningkatkan faktor pembkuan darah. Leukositosisyang meningkat dimanan jumlah sel darah putih dapat mencapai 15.000 selama persalinan akan tetap tinggi dalam beberapa hari setelah postpartum.

g.    Perubahan system hematologi
Selama minggu-minggu terakhir kehamilan, kadar fibrinogen dan plasma, serta faktor-faktor pembekuan darah makin meningkat. Pada hari pertama postpartum, kadar fibrinogen dan plasma akan sedikit menurun, akan tetapi darah akan mengental sehingga meningkatkan factor pembekuan darah. Leukositosis yang meningkat dengan jumlah sel darah putih dapat mencapai 15.000 selama proses persalinan akan tetapi tinggi dalam beberapa hari postpartum. Jumlah sel darah tersebut masih dapat naik lagi sampai 25.000-30.000 tanpa adanya kondisi patologis jika wanita tersebut mengalami persalinan yang lama.
 ( sulistyawati,2009;h.79 ).

G.   Adaptasi Psikilogi Ibu Nifas
Dalam menjalani adaptasi psikologis setelah melahirkan, Reva Rubin (1963) mengatakan bahwa ibu akan melalui fase-fase sebagai berikut :
a.    Fase taking in
1.      Fase ini merupakan periode ketergantungan dimana ibu mengharapkan segala kebutuhannya terpenuhi orang lain.
2.         Berlangsung selam 1-2 hari setelah melahirkan, dimana fokus perhatian ibu terutama pada dirinya sendiri (Ibu lebih berfokus pada dirinya).
3.         Beberapa hari setelah melahirkan akan menangguhkan keterlibatanya dalam tanggung jawabnya.
4.         Disebut fase taking in (fase menerima) selama 1-2 hari pertama ini, karena selama waktu ini, ibu yang baru melahirkan memerlukan perlindungan dan perawatan.
5.         Sedangkan dikatakan sebagai fase dependen selama 1-2 hari pertama ini karena pada waktu ini, ibu menunjukan kebahagiaan/kegembiraan yang sangat dan sangat senang untuk menceritakan tentang pengalamannya melahirkan.
6.         Pada fase ini, ibu lebih mudah tersinggung dan cenderung pasif terhadap lingkungannya disebabkan karena factor kelelahan. Oleh karena itu ibu perlu cukup istirahat untuk mencegah gejala kurang tidur. Disamping itu kondisi tersebut perlu dipahami dengan menjaga komunikasi yang baik.
7.         Pada fase ini perlu diperhatikan pemberian ekstra makanan untuk proses pemulihan ibu dan nafsu makan ibu juga sedang meningkat.
b.   Fase taking hold
1.         Pada fase taking hold  atau dependen mandiri ini, secara bergantian timbul kebutuhan ibu untuk mendapatkan perawatan dan penerimaan dari orang lain dan keinginan untuk biasa melakukan segala sesuatu secara mandiri.
2.         Fase ini berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan.
3.         Pada fase ini, ibu sudah menunjukan kepuasan
     (terfokus pada bayinya).
4.         Ibu mulai tertarik melakukan pemeliharaan pada bayinya.
5.         Ibu mulai terbuka untuk menerima pandidikan kesehatan bagi dirinya   dan juga pada bayinya.
6.         Ibu mudah  sekali didorong untuk melakukan perawatan bayinya.
7.         Pada fase ini, ibu merespon dengan penuh semangat untuk memperoleh kesempatan belajar dan berlatih tentang perawatan  bayi dan ibu memiliki keinginan untuk merawat bayinya secara langsung.
8.      Untuk itu, pada fase ini sangatlah tepat bagi bidan atau perawat untuk memberikan pendidikan kesehatan tentang hal-hal yang diperlukan bagi ibu yang baru melahirkan dan bagi bayinya.
c.    Fase letting Go (perlaku independen)
Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran barunya yang berlangsung setelah 10 hari pasca melahirkan.
1.    Ibu sudah menyesuaian diri dengan ketergantungan bayinya.
2.    Keinginan ibu untuk merawat diri dan bayinya sangat meningkat pada fase ini.
3.    Terjadi penyesuaian dalam hubungan keluarga untuk mengobservasi bayi. Hubungan antar pasangan memerlukan penyesuaian dengan kehadiran anggota baru (bayi).  (sulistyawati,200;h.87-89 )

H.    Kebutuhan dasar masa nifas
a.    Gizi
Gizi pada ibu menyusui sangat beraitan dengan produksi susu yang sangat dibutuhkan untuk tumbuh kemang bayi.
a.    Kebuuhan kalori selama menyusui proposional denagn jumlah air susu ibu yang dihasilkan dan lebih tinggi selama menyusui dibandingkan selama hamil.rat-rata ibu harus mengkonsumsi 2300-2700 kalori ketika menyusui. Makanan yang dikonsumsi ibu berguna untuk melakukan aktivitas, metabolisme, cadangan dalam tubuh dan proses produksi asi.
b.   Ibu memerlukan 20gr protein diatas kebutuhan normal ketika menyusui. Protein diperlukan untuk pertumbuhan dan pergantian sel-sel yang rusak atau mati. Sumber protein dapat diperoleh dari protein hewani (telu, daging, ikan, susu, uadang, kerang, dan keju) dan protein nabati ( banyak terkandung dalam tahu, tempe, dan kacang-kacangan ).(Vivian, 2009;h.72)

b.    Ambulasi dini
Disebut juga early ambulation. Early ambulation adalah kebijakan untuk selekas mungkin untuk membimbing klien keluar dari tempat tidurnya dan membimbingnya selekas mungkin berjalan. Klien sudah diperbolehkan bangun dari tempat tidur dalam 24-48 jam postpartum.
Keuntungan early ambulation adalah :
1.    merasa lebih baik, lebih sehat dan lebih kuat
2.    Faal usus dan kandung kecing lebih baik
3.    Dapat lebih memungkinkan dalam mengajari ibu untuk merawat atau memelihara anaknya, memandikan dan lain-lain selama ibu masih dalam perawatan.
4.     Lebih sesuai dengan keadaan Indonesia ( social ekonomis ) Menurut penelitian-penelitain yang seksama, early ambulation tidak mempunyai pengaruh yang buruk, tidak menyebabkan perdarahan yang abnormal, tidak memengaruhi penyembuhan luka episiotomy atau luka diperut, serta tidak memperbesar kemungkinan prolapsus atau retrotexto uteri.( Saleha,2010; h.72 )

c.    Eliminasi
1.    Miksi
Miksi disebut normal bila dapat buang air kecil spontan setiap 3-4 jam. Ibu diusahakan dapat buang air kecil sendiri, bila tidak dilakukan dengan tindakan:
a.    Dirangsang dengan mengalirkan air kran didekat dengan klien
b.    mengompres air hangat diatas simpisis
c.    saat site bath (berendam air hangat)klien disuruh BAK.
bila tidak berhasil dengan cara diatas maka dilakukan katerisasi. Karna prosedur katerisasi membuat klien tidak nyaman dan infeksi saluran kencing tinggi untuk itu kateterisasi tidak dilakukan sebelum lewat 6 jam postpartum. Douwer kateter diganti setelah 48 jam.
2.    Defekasi
Biasanya 2-3 hari postpartum masih sulit buang air besar. Jika klien pada hari ketiga belum juga bisa buang besar maka diberi laksan supositoria dan minum air hangat.
 Agar dapat buang air besar secara teratur dapat dilakukan :
a.       diit teratur
b.       pemberian cairan yang banyak
c.       Ambuasi yang baik.  (Vivian,2009;h.73-74)

d. Kebersiahan diri
Pada masa post partum, seorang ibu sangat rentan terhadap infeksi. Oleh karena itu, kebersihan diri sangat penting untuk mencegah terjadinya infeksi. Kebersihan tubuh, pakaian, tempat tidur, dan lingkungan sangat penting untuk tetap dijaga. (saleha,2009;h.73 )
Mengajarkan pada ibu bagaiman cara membersihkan daerah kelamin dengan air dan sabun. Nasehatkan ibu untuk membersihkan diri setiap kali selesai buang air kecil dan besar. Sarankan ibu untuk menganti pembalut setidaknya dua kali seharui. Jika ibu mempunyai luka episiotomitau lasersi sarankan ibu untuk menghindari menyentuh daerah luka.(rukiyah, 2011;h.78)
Bersihkkan perinium dengan sabun yang lembut minimal sekali sehari. Biasanya ibu akan merasa tkut pada kemungkinan jahitan nya akan lepas, juga merasa sakit sehinga perinium tidak dibersihkan,  atau dicuci. Cairan sabun atau sejenisnya sebaiknya dipakai setelah BABA atau BAK.
Membersihkan dimulai dari simpisi smapai ke anal sehingga tidak terjaadi infeksi. Ibu diberitahu cara menganti pembalut yitu bagian dalam jangan sampai terkontaminasi oleh tangan. Pembalut yang sudah kotor diganti paling sedikit 4 kali. (Ambarwati, 2008;h.106) 

e.  Istirahat
Ibu nifas memerlukan istirahat yang cukup, istirahat yang dibutuhkan ibu nifas sekitar 8 jam pada malam hari dan 1 jam pada siang hari. Hal-hal yang dapat dilakukan ibu dalam memenuhi kebutuhan istirahatnyaa antara lain :
1.    Anjurkan ibu untuk istirahat yang cukup
2.    Saran ibu untuk melakukan kegiatan rumah tangga secara berlahan
3.    Tidur siang atau istirahat saat bayi tidur. (Yanti, 2011;h.84)



Kurang istirahat akan mempengaruhi ibu dalam beberapa hal, yaitu:
1.    Mengurangi jumlah asi yang di produksi
2.    Memperlambat proses involusi uterus dan memperbanyak pendarahan
3.   Menyebabakn depresi dan ketidakmampuan untuk merawat bayi dan dirinya sendiri. (Vivian, 2009;h.76)

f. Seksual
Hubungan seksual aman dilakukan ketika daarah telah berhenti. Hal yang dapat menyebabkan pola seksual selama nifas berkurang antara lain :
1.   Ganggan atau ketidaknyamanan fisik
2.   Kelelahan
3.   Ketidak seimbangan hormon
4.   Kecemasan berlebihan (Yanti, 2011;h.84)

Hubungan seksual dapat dilakuakan dengan aman ketika luka episiotomi telah sembuh dan lokia telah berhenti. Sebaiknya hubungan seksual ditunda sampai 40 hari karena pada saat itu diharapkan organ-organ tubuh telah pulih kembali.
(Vivian, 2009;h.77)


I.     Tindak Lanjut Asuhan Nifas Dirumah
a.    Jadwal Kunjungan Rumah
     Kunjungan rumah bagi ibu pospartum mengacu pada kebijakan teknis pemerintah, yaitu 6 hari, 2 minggu, dan 6 minggu post partum.dari pemenuhan target pertemuan antara bidan dengan pasien sangat bervariasi, dapat dilakukan dengan mengunjungi rumah pasien atau pasien yang datang ke bidan atau RS ketika mengontrolkan kesehatan bayi dan dirinya.
Kualitas pertemuan yang lebih baik adalah jika tanaga kesehatan yang mengunjungi rumah pasien karena hasil dari evaluasi akan lebih lengkap dan valid.selain itu, informasi yang bidan sampaikan kepada keluarga pasien juga akan lebih mengena karena bidan akan dapat lebih mudah dalam menyesuaikan isi informasi dengan kondisi rumah dan lingkungannya, termasuk peluang adat yang berlaku dalam masyarakat itu. (sulistyawati,2009;h.165)     

J.       Luka Perinium
a.    Pengertian
Rupture adalah luka pada perineum yang diakibatkan oleh rusaknya jaringan secara alamiah karena proses desakan kepala janin atau bahu pada saat proses persalinan. Bentuk rupture biasanya tidak teratur sehingga jaringan yang robek sulit dilakukan penjahitan. (Rukiyah,2010; h.361)
Rupture adalah robek. dan perineum merupakan area berbentuk belah ketupat bila di lipat dari bawah ,dan bisa dibagi antara regio urogenital di anterior dan region anal di posterior oleh garis yang menghubungkan tuberositasiskia secara horizontal.
Dapat di simpulkan bahwa rupture perineum merupakan robekan jalan lahir baik di sengaja ataupun tidak untuk memperluas jalan lahir.

b.      Pencegahan Laserasi
Laserasi spontan pada vagina atau perineum dapat terjadi saat kepala dan bahu di lahirkan kejadian laserasi akan meningkat jika bayi di lahirakan terlalu cepat dan tidak terkendali. Jalin kerjasama dengan ibu dan gunakan perasat manual yang tepat  dapat mengatur kecepatan kelahiran bayi dan mencegah terjadinya laserasi. Kerjasama akan sangat bermanfaat saat kepala bayi pada diameter 5- 6 cm tengah membuka vulva(crowning) karena pengendalian kecepatan dan pengaturan diameter kepala saat melewati introitus dan perineum dapat mengurangi terjadinya robekan. Bimbingan ibu untuk meneran dan istirahat atau bernafas dengan cepat pada waktunya. (Winkdjosastro,2008; h.46)

c. Penyebab  laserasi perineum
1.  Penyebab maternal laserasi perineum
a.    Partus presipitatus yang tidak di kendalikan dan tidak di         tolong (sebab paling sering)
b.    Pasien tidak mampu berhenti mengejan
c.    Partus di selesaikan secara tergesa-gesa dengan dorongan       fundus yang berlebihan
d.   Edema dan kerapuhan perineum Varikositas vulva yang melemahkan jaringan perineum
e.    Arcus pubis sempit dengan pintu bawah panggul yang sempit pula sehingga menekan kepala bayi ke arah posterior
f.     Perluasan episiotomy.

2.  Faktor-faktor janin
a.    Bayi yang besar
b.    Posisi kepala yang abnormal
c.    Kelahiran bokong
d.   Ekstrasi forceps yang sukar
e.    Distosia bahu
f.  Anomali kongenital seperti hidrosepalus. (Oxorn,2010; h.451)



d  Tingkatan Robekan Perineum
1.   Tingkat I
Robekan hanya terjadi pada selaput lendir vagina dengan atau tanpa atau mengenai kulit perineum sedikit.
2.   Tingkat II
 Robek yang terjadi lebih dalam yaitu selain mengenai selaput lendir vagina juga mengenai muskulus perinei transversalis, tapi tidak mengenai sfingter ani
3.   Tingkat III       
Robekan yang terjadi mengenai seluruh perineum sampai mengenai otot –otot sfingter ani.
4.   Tingkat IV       
Mukosa vagina, komisura posterior,Kulit perineum,otot perineum,otot sfingter ani,dinding depan rectum. (Sulistyawati,2010; h.181)
Gambar 2.2. Robekan perinium

e  Luka perinium
Luka perinium setelah melahirkan ada 2 macam, yaitu :
1.   Ruptur adalah luka pada perinium yang diakibatkan oleh
rusaknya jaringan secara almiah karena proses desakan kepala janin atau bahu pada saat proses persalinan. Biasanya ruptur bentuknya tidak teratur sehingga jarinagn yang robek sulit dilakukan  jahitan. (Rukiyah,2010;h.361)
2.   Episiotomi adalah sebuah irisan bedah pada perinium untuk memperbesar muara vagina yang dilakukan tepat sebelum kepala bayi lahir. (Rukiyah, 2010;h.361)

f.     Melakukan penjaitan luka episiotomi
1.   Prinsif penjaitan Perineum
a.    Patuhi teknik asptik dengan cermat
b.    Menggunakan sarung tangan ekstra di atas sarung tangan steril yang telah digunakan sebelumnya.
c.    Mengatur posisi kain steril di area rektum dan di bawahnya sampai di bawah ketinggian meja untuk mengupayakan area yang tidak terkontaminasi jika benang jatuh.
2.   Pencegahan trauma yang lebih lanjut tidak perlu pada jaringan insisi.
3.   Angkat bekuan darah dan debris sebelum penjaitan luka. Apabila debris dan bekuaan darah ikut terjait dapat dijadikan sebagai tempat bagi kuman untuk berkebang biak.
4.   Pastikan hemostatis yang terlihat sebelum penjahitan luka. Hal ini menghindari pembentukan hematom yang secara keseluruhan dapat mengganggu proses perbaikan.
5.   Penyatuan jaringan yang akurat menutup semua kemungkinan ada nya ruang sisa.

g.    Penjahitan laserasi derajat II
Tujuan dari dilakukannya penjahitan pada laserasi perineum adalah menyatukan kembali (mendekatkan) jaringan tubuh dan mencegah kehilangan darah yang tidak perlu (memastikan hemostatis). Setiap dilakukan penusukan jarum saat menjahit, kita sama saja membuat suatu luka baru pada jaringan, oleh karena itu upayakan jahitan sesedikit mungkin namun dengan hasil perapatan jaringan semaksimal mungkin.
1.   Teknik Jahitan Jelujur
Keuntungan teknik jahitan jelujur.
a.    Mudah dipelajari (hanya perlu belajar satu jenis penjahitan dan satu atau dua jenis simpul).
b.    Tidak terlalu nyeri karena sedikit benang yang digunakan.
c.    Menggunakan lebih sedikit jahitan.
Persiapan Penjahitan.
a.    Bantu pasien mengambil posisi litotomi sehingga bokongnya berada di tepi tempat tidur atau meja. Topang kakinya dengan alat penopang atau minta anggota keluarganya untuk memegang kaki pasien sehingga tetap berada dalam posisi litotomi.
b.    Tempatkan handuk atau kain bersih di bawah bokong pasien.
c.    Jika mungkin, tempatkan lampu sedemikian rupa sehingga parineum dapat terlihat lebih jelas.
d.   Gunakan teknik aseptik pada saat memeriksa robekan atau episiotomi, berikan anestesi lokal dan jahit luka.
e.    Cuci tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir.
f.      Pakai sarung tangan DTT dan steril.
g.    Dengan menggunakan teknik aseptik, persiapkan peralatan dan bahan DTT untuk penjahitan.
h.    Duduk dengan posisi santai dan nyaman sehingga luka bisa dengan mudah dilihat dan penjahitan dilakukan tanpa kesulitan.
i.      Gunakan kain kassa DTT untuk menyeka vulva, vagina, dan perineum pasien. Bersihkan dengan lembut sambil menilai luas dan dalamnya luka.
j.      Periksa vagina dan perineum secara lengkap. Pastikan bahwa laserasi merupakan laserasi derajat satu dan dua. Jika laserasinya dalam atau luka episiotominya meluas, periksa lebih jauh dan pastikan bahwa tidak terjadi robekan derajat tiga atau empat. Masukan jari yang sudah bersarung tangan ekstra ke dalam anus dengan hati-hati dan angkat jari tersebut secara perlahan untuk mengidentifikasi sfingter ani. Raba tonus atau ketegangan sfingter. Jika sfingter terluka, pasien mengalami laserasi derajat tiga atau empat dan harus segera dirujuk.
k.    Lepas sarung tangan ekstra yang tadi telah digunakan untuk memeriksa rektum, lalu buang.
l.      Berikan anestesi lokal.
m.  Sikapkan jarum (pilih jarum yang batangnya bulat, tidak pipih) dan benang. Gunakan benang cat gut kromik no, 2-0 atau 3-0.
n.    Tempatkan jarum pada pemegang jarum dengan sudut 90 derajat, lalu jepit jarum tersebut.
Gambar 2.2. Penjahitan luka perinium
Memberikan Anestesi Lokal
Manfaat dan tujuan anestesi lokal pada penjahitan laserasi perineum adalah sebagai berikut. (Sulistyawati, 2010;h.183-189)
Gambar 2.3. Anastesi luka perinium

h.   Pengertian Perawatan Luka Perinium
Perawatan adalah proses pemenuhan kebutuhan dasar manusia (biologis, psikologis, sosial dan spiritual) dalam rentang sakit sampai dengan sehat. Perineum adalah daerah antara kedua belah paha yang dibatasi oleh vulva dan anus. Perawatan yang di lakukan pada daerah perineum yang terdapat laserasi luka jalan lahir/ episiotomy.

1.   Tujuan Perawatan Perineum
Tujuan perawatan perineum adalah mencegah terjadinya infeksi sehubungan dengan penyembuhan jaringan.Untuk mencegah terjadinya infeksi, menjaga kebersihan perineum dan memberisskan rasa nyaman pada pasien. (Maryuni,2011; h.696)
2.   Lingkup Perawatan
Lingkup perawatan perineum ditujukan untuk pencegahan infeksi organ-organ reproduksi yang disebabkan oleh masuknya mikroorganisme yang masuk melalui vulva yang terbuka atau akibat dari perkembangbiakan bakteri pada peralatan penampung lochea (pembalut).
3.        Waktu Perawatan
a.     Saat mandi
Pada saat mandi, ibu post partum pasti melepas pembalut, setelah terbuka maka ada kemungkinan terjadi kontaminasi bakteri pada cairan yang tertampung pada pembalut, untuk itu maka perlu dilakukan penggantian pembalut, demikian pula pada perineum ibu, untuk itu diperlukan pembersihan perineum.
b.    Setelah buang air kecil
Pada saat buang air kecil, pada saat buang air kecil kemungkinan besar terjadi kontaminasi air seni pada rektum akibatnya dapat memicu pertumbuhan bakteri pada perineum untuk itu diperlukan pembersihan perineum.


c.    Setelah buang air besar.
Pada saat buang air besar, diperlukan pembersihan sisa-sisa kotoran disekitar anus, untuk mencegah terjadinya kontaminasi bakteri dari anus ke perineum yang letaknya bersebelahan maka diperlukan proses pembersihan anus dan perineum secara keseluruhan. (rukiyah, 2011; h125 – 126)
Perawatan perinium dengan laserasi selama 10 hari, yaitu :
1.    Ganti pembalut yang bersih setiap 4-6 jam. Posisikan pembalut denagn baik sehinga tidak bergeser.
2.    Lepaskan pembalut dari depan kebelakang sehingga menghindari penyebaran infeks dari anus ke vagina.
3.    Aliran atau bilas dengan air hangat/cairan antiseptik pada area perineum setelah defekasi. Keringkan dengan air pembalut atau ditepuk-tepuk, dari arah vagina ke anal.
4.    Jangan dipegang samapi area tersebut pulih.
5.    Raasa gatal pada area sekitar jaahitan adalah normal dan merupakan tanda penyembuhan. Namun, untuk meredakan rasa tidak nyaman, atasi dengan mandi berendam air hangat atau kompres dingin dengan kain pembalut yang telah diinginkan.
6.    Berbaring miring, hindari berdiri atau duduk lama untuk mengurangi tekanan pada daerah tersebut.
7.    Lakukan laatihan kegel sesering mungkin guna merangsang peredaran darah disekitar perinium. Dengan demikian, akan mempercepat penyembuhan dan memperbaiki  fungsi otot-otot. Tidak perlu terkejut bila tidak merasakan apa pun ssaat pertama kali berlatih karena area tersebut akan kebal setelah persalinan dan pulih secara bertahap dalam beberapa minggu. (Bahiyatul,2009;h.79)

5.        Faktor yang Mempengaruhi Perawatan Perineum
a.    Gizi
Faktor gizi terutama protein akan sangat mempengaruhi terhadap proses penyembuhan luka pada perineum karena penggantian jaringan sangat membutuhkan protein.
b.    Obat-obatan
1)   Steroid
Dapat menyamarkan adanya infeksi dengan Menggangu respon inflamasi normal.
2)   Antikoagulan
Dapat menyebabkan hemoragi.
c.     Keturunan
Sifat genetik seseorang akan mempengaruhi terhadap proses penyembuhan luka.Salah satu sifat genetic yang mempengaruhi adalah kemampuan dalam sekresi insulin  dapat di hambat, sehingga dapat menyebabkan glukosa darah meningkat. Dapat terjadi  penipisan protein-kalori.
d.   Sarana Prasarana
Kemampuan ibu dalam menyediakan sarana dan prasarana dalam perawatan perineum akan sangat mempengaruhi penyembuhan perineum, misalnya kemampuan ibu dalam menyediakan antiseptic.
e.    Budaya dan Keyakinan
Budaya dan keyakinan akan mempengaruhi penyembuhan perineum, misalnya kebiasaan kerak telur, ikan dan daging ayam, akan mempengaruhi asupan gizi ibu yang akan sangat mempengaruhi penyembuhan luka. ikan protein-kalori. (Rukiyah,2010;h.361-362)

i.      Tindakan Perawatan Luka
1.   Alat- alat
a)    Trolly
b)   Pispot
c)    Pengalas
d)   Sarung Tangan
e)    Kasa kering pada tempatnya
f)    Betadine (Antiseptik)
g)   Pinset
h)   Bengkok
i)     Ember
j)     Cairan klorin
k)   tempat Sampah
2.    Persiapan pasien
a)    Beri tahu pasien tentang tindakan yang akan di lakukan
b)   Jaga privasi pasie
c)    Beri posisi dorsal recumbent.
3.    Tindakan
a)    Menyiapkan alat- alat dan mendekatkan pada klien
b)   Menutup pintu, jendela atau tirai
c)    Mencuci tangan
d)   Membuka pakaian bawah klien
e)    Memakai sarung tangan
f)    Memasang pengalas di bawah bokang klien dan meletakkan pispot di bawah bokang
g)   Membuang pembalut yang kotor langsung ke tempat sampah medis
h)   Melakukan vulva hygine daerah perineum dan anus
i)     Mengompres luka episiotomy dengan kasa betadine
j)     Membuang sampah kotoran yang ada di bengkok ke tempat sampah medis, merendam sarung tangan ke dalam larutan clorin
k)   Memasang pembalut dari depan ke belakang dan celana dalam
l)     Melepas sarung tangan dan merendam dalam cairan clorin
m) Merapikan klien
n)   Membereskan dan membersihkan alat- alat
o)   Mencuci tangan kembali
p)   Mencatat keadaan luka setelah tindakan pada catatan perawat. (Maryuni,2011;h.98)

j.     Evaluasi
Parameter yang digunakan dalam evaluasi hasil perawatan adalah:
1.   Perineum tidak lembab
2.   Posisi pembalut tepat
3.   Ibu merasa nyaman (Rukiyah,2010;h.364)

k.   Perawatan Lanjutan
Merupakan masalah kebersihan. Perinium di bersihkan dengan larutan antiseptik ringan tiap kali sesudah buang air kecil dan besar. Di keringkan untuk mengurangi pembengkakan pembasahan dan pencucian tiap hari dengan menggunakan air dan sabun yang lembut adalah tindakan yang baik sekali untuk mempertahankan agar perineum dan bebas dari secret yang iritatif.  Beberapa penyidik memakai preparat oral enzim  proteolitik dengan hasil yang baik untuk mengurangi nyeri dan edema. (oxorn,2010;h.79)
Nyeri perineum yang terjadi belakangan atau berulang dapat di sebabkan oleh infeksi. Tepi kulit tampak berair ,bengkak dan kusam mungkin juga berbau tidak sedap dan terdapat nanah pada luka. Jika jaringan perineum tampak mengalami infeksi,bidan harus berdiskusi dengan ibu mengenai cara membersihkan area luka dan berusaha mengurangi kelembapan dan panas. Ibu di sarankan menggunakan celana dalam dari bahan katun, hindari menggunakan celana dalam yang ketat dan celana panjang,serta secara rutin mengganti pembalut .

l.      Dampak Dari Perawatan Luka Perinium
Perawatan perineum yang dilakukan dengan baik dapat menghindarkan hal berikut ini :
1.     Infeksi
Kondisi perineum yang terkena lokia dan lembab akan sangat menunjang perkembangbiakan bakteri yang dapat menyebabkan timbulnya infeksi pada perineum.



2.     Komplikasi
Munculnya infeksi pada perineum dapat merambat pada saluran kandung kemih ataupun pada jalan lahir yang dapat berakibat pada munculnya komplikasi infeksi kandung kemih maupun infeksi pada jalan lahir.
3.        Kematian ibu post partum
Penanganan komplikasi yang lambat dapat menyebabkan terjadinya kematian pada ibu post partum mengingat kondisi fisik ibu post partum masih lemah.
(http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2009/12/perawatan-luka-perineum/)diunggah tanggal 27-05-2013 pukul 20.00 wib

m.    Infeksi Masa Nifas
Infeksi masa nifas merupakan penyebab tertinggi angka kematian ibu (AKI). Infeksi luka jalan lahir pasca persalinan, biasanya dari endometrium bekas insersi plasenta.
Mikroorganisme penyebab infeksi perpuralis dapat berasal dari luar atau dari jalan lahir penderita itu sendiri. Mikroorganisme endogen lebih sering menyebabkan infeksi, yaitu golongan streptococcus, bail coli, dan stafilovoccus. Akan tetapi kadang-kadang mikroorganisme ini berperan, seperti : clostridium welchhi, gonococcus, salmonella thyphii, atau clostrodium tetanni.

1.      Faktor predisposisi (penyebab)
a)   Persalinan lama, khususnya denagn ketuban pecah.
b)   Pecah ketuban yang lama sebelum persalinan.
c)   teknik asepti  yang tidak sempurna.
d)  Tidak memperhatikan teknik mencuci tanggan
e)   Hematom
f)    Hemorargi, khususnya bila kehilangan darah lebih dari 1000 ml.
g)   Perawatan perineum yang tidak memadai.
(Vivian,2009;h.109-110)
2.      Macam-macam infeksi nifas
a.Endometritis
1.    Penyebabnya
1.    E. Colli dan kleb seila
2.    Streptococcus group B
3.    Spesies bacteriodes
4.    Spesies peptostreptococcus. (maryunani,2008;h.144)  
2.    Tanda dan gejala
1.    Peningkatan demam secara presisten hingga 400c
2.    Takikardi
3.    Menggigil dengan infeksi berat
4.    Nyeri tekan uteri menyebar secara lateral
5.    Nyeri panggul dennagn pemeriksaan bimanual
6.    Subinvolusi
7.    Lokia sedikit, tidak berbau, atau berbau tidak sedap, lokia seropurulenta. (vivian,2009;h.111)
3.    Tatalaksana
1.    Ibu ditingkakan untuk istirahat
2.    Perhatikan diet terapeutik dan tingkaatkan asupan cairan
3.    Perhatikan kebersihan diri ibu
4.    Monitor TTV. (maryunani,2008;h.146)
b.    Parametritis
Infeksi jaringan pelvisyang dapat terjadi melalui beberapa cara.
a)    Tanda dan gejala
1.    Temperatur > 400c
2.    Takikardi
3.    Perubahan tingkat kesadaran
4.    Lokiaa berbau busuk atau purulen
5.    Abses pada uterus
6.    Leukosit meningkat
7.    Keluar keringat banyak atau mengiggil
b)   Tindakan
1.    Tirah baring
2.    Pemberian antibiotik
3.    Pembedahan. (Maryunani,2008;h.145)


c.       Peritonitis
Berasal dari penyebaran melalui pembuluh limfe uterus, parametritis yang meluas ke peritonium, salpingo-ooforitis meluas ke peritoniumatau langsung sewaktu t indakan per-abdominal.
Gambaran klinis peritonitis, yaitu :
1)   Pelvioperitonitis
Demam, nyeri perut bagian bawah, nyeri pada pemeriksaan dalam, kavum doglas menonjol karena adanya abses.
2)   Peritonitis umum
Berbahaya bila disebabkan oleh kuman yang patogen, perut kembung, meteorismus, dan dapat terjadi paraletik ileus. Suhu badan tinggi, nadi ceat dan lemah, perut nyeri tekan, pucat, muka cekung, kulit dingin, mata cekung.

  II.     TINJAUAN TEORI ASUHAN KEBIDANAN
A.  Pengertian
Manajemen asuhan kebidanan atau sering disebut manajemen asuhan kebidanan adalah suatu metode berfikir dan bertindak secara sistematis dan logis dalam memberi asuhan kebidanan, agar menguntungkan kedua belah pihak baik kliesnt maupun pemberi asuhan.
Manajemen kebidanan merupakan proses pemecahan masalah yang digunakan sebgaai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah, temuan-temuan, keterampilan, dalam rangkaian tahap-tahap yang logis untuk pengambiln suatu keputusan yang berfokus terhadap klien.
Manajemen kebidanan diadaptasi dari sebuah konsep yang dikembangkan oleh Helen Varney dalam buku Varney’s Midwifery, edisi ketiga tahun 1997, menggambarkan proses manajemen asuhan kebidanan yang terdiri dari tujuh langkah yang berturut secara sistematis dan siklik.
 (Soepardan, 2008; h. 96)

1.    Langkah dalam manajemen kebidanan  menurut Varney
a.         Pengumpulan data dasar (Pengkajian)
Mengumpulkan semua data dasar yang di butuhkan untuk mengevaluasi keadaan klien. (Ambarwati,2009; h.131)
Untuk memperoleh data dilakukan dengan cara:
a.    Anamnesa
Anamnesa dilakukan untuk mendapatkan data anamnesa terdiri dari beberapa kelompok penting sebagai berikut:
1)   Data Subjektif
a)      Identitas pasien
1.    Nama
Selain sebagai identitas, upayakan agar bidan memanggil dengan nama panggilan sehingga
hubungan komunikasi antara bidan dan pasien menjadi lebih akrab.(Sulistyawati,2010;h. 220)
2.    Umur
Di catat dalam tahun untuk mengetahui adanya resiko seperti kurang dari 20 tahun, alat- alat reproduksi belum matang,mental psikisnya belum siap. Sedangkan umur lebih dari 35 tahun rentan sekali untuk terjadi perdarahan dalam masa nifas. (Ambarwati,2009; h.131)
3.    Agama
Sebagai dasar bidan dalam memberikan dukungan mental dan spiritual terhadap pasien dan keluarga. (Sulistyawati,2010;h.221)
4.    Suku
Berpengaruh pada adat istiadat atau kebiasaan sehari-hari.
5.    Pendidikan pasien
Berpengaruh dalam tindakan kebidanan dan untuk mengetahui sejauh mana tingkat intelektualnya, sehingga bidan dapat memberikan konseling sesuai dengan pendidikannya.
6.    Pekerjaan pasien
Gunanya untuk mengetahui dan mengukur tingkat social ekonominya,karena ini juga mempengaruhi dalam gizi pasien tersebut.
7.    Alamat pasien
Di tanyakan untuk mempermudah kunjungan rumah bila di perlukan
b)      Keluhan utama
Untuk mengetahui masalah yang di hadapi yang berkaitan dengan masa nifas,misalnya pasien merasa mules,sakit pada jalan lahir karena adanya jahitan pada perineum. (Ambarwati,2009; h.132)
c)      Paritas
Pada kasus  laserasi perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya, namun hal ini dapat dihindari atau dikurangi dengan jalan menjaga jangan sampai dasar panggul dilalui oleh kepala janin dengan cepat.
 ( Oxorn ,2010;H.123)
Pada seorang primipara atau orang yang baru pertama kali melahirkan ketika terjadi peristiwa "kepala keluar pintu". Pada saat ini seorang primipara biasanya tidak
dapat tegangan yang kuat ini sehingga robek pada pinggir depannya. Luka-luka biasanya ringan tetapi kadang-kadang terjadi juga luka yang luas dan berbahaya. Sebagai akibat persalinan terutama pada seorang primipara, biasa timbul luka pada vulva di sekitar introitus vagina yang biasanya tidak dalam akan tetapi kadang-kadang bisa timbul perdarahan banyak (Prawirohardjo, 2005;h.59.).
d)     Riwayat Sekarang
1.     Kesehatan sekarang
Data-data ini di perlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya penyakit yang di derita pada saat ini yang ada hubungannya dengan masa nifas dan bayinya.
2.    Kesehatan yang lalu
Data yang di perlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya riwayat atau penyakit akut, kronis seperti: Jantung, DM, Hipertensi, Asma yang dapat mempengaruhi pada masa nifas ini
3.    Kesehatan yang keluarga
Data ini di perlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya pengaruh penyakit keluarga terhadap gangguan kesehatan pasien dan bayinya, yaitu bila ada penyakit keluarga yang menyertainya. (Ambarwati, 2009; h.133)



e)      Riwayat obstetri
1.  Riwayat haid
Mempunyai gambaran tentang keadaan dasar dari organ reproduksinya.
a)    Menarche
Usia pertama kali mengalami menstruasi. Untuk wanita Indonesia pada usia sekitar 12- 16 tahun.
b)   Siklus
Jarak antara menstruasi yang di alami dengan menstruasi berikutnya dalam hitungan hari, biasanya sekitar 23-32 hari.
c)    Volume
Data ini menjelaskan seberapa banyak darah menstrusi yang di keluarkan.
d)   Keluhan
Beberapa wanita menyampaikan keluhan yang di rasakan ketika mengalami menstruasi misalnya sakit yang sangat, pening sampai pingsan,atau jumlah darah yang banyak. (Sulistyawati,2010;h.221-222)



f)         Pola kebutuhan Sehari-hari
1)  Nutrisi
Ibu nifas membutuhkan nutrisi yang cukup,gizi seimbang terutama kebutuhan protein dan karbohidrat.
2)   Eliminasi
Miksi
Di anggap normal bila dapat BAK spontan tiap 3-4 jam post partum.
Defekasi
Dianggap normal bila ibu BAB dalam 3 hari post partum, bila ada obstipasi dan feses mngeras tertimbun di rektum, mungkin akan terjadi febris.
3)   Istirahat
Ibu disarankan untuk beristirahat yang cukup untuk mencegah kelelahan yang berlebihan dan menyarankan ibu untuk kembali ke kegiatan kegiatan yang tidak berat.(Vivian,2011; h.71-76)
4)   Personal Hygine
Dikaji untuk mengetahui apakah ibu selalu menjaga kebersihan tubuh terutama pada daerah genetalia, karena pada masa nifas masih mengeluarkan lokia.
5)   Aktivitas
Menggambarkan pola aktivitas pasien sehari- hari. Pada pola ini perlu di kaji pengaruh aktivitas terhadap klesehatanya. Mobilisasi dini dapat mempercepat proses pengembalian alat- alat reproduksi. (Ambarwati,2009; h.137)

2)Data Objektif
Data ini di kumpukan guna melengkapi data untuk menegakkan diagnosis. Bidan melakukan pengkajian data objektif melalui pemeriksaan inspeksi,  palpasi, auskultasi, perkusi dan pemeriksaan penunjang yang di lakukan secara berurutan. (sulityawati,2010;h.68)
a.    Pemeriksaan Umum
Pemeriksaan yang dilakukan kepada pasien sebagai berikut:
1)      Keadaan umum
Data ini dapat dengan mengamati keadaan pasien secara keseluruhan,hasil pengamatan yang di laporkan kriterianya baik atau lemah.
2)      Kesadaran
Untuk mendapatkan gambaran tentang ke sadaran pasien,kita dapat melakukan pengkajian derajat kesadaran pasien dari keadaan compos mentis sampai dengan koma. (Sulistyawati, 2010; h.226)
3)      Tinggi badan
Salah satu ukuran pertumbuhan seseorang.
4)      Berat badan
Massa tubuh di ukur dengan pengukuran massa atau timbangan. (Tambunan,2011; h.9)

b.   Tanda-tanda vital
1)        Tekanan darah
Pada beberapa kasus di temukan keadaan hipertensi post partum, tetapi keadaan ini akan menghilang dengan sendirinya apabila tidak ada penyakit-penyakit lain yang menyertainya dalam 2 bulan pengobatan.
2)        Nadi
Berkisar antara 60- 80x/menit denyut nadi di atas 100x/menit pada masa nifas adalah mengindikasikan adanya suatu infeksi, hal ini salah satunya bisa di akibatkan oleh proses persalinan sulit atau karena kehilangan darah yang berlebih.
3)        Suhu
Peningkatan suhu badan mencapai pada 24 jam pertama pada masa nifas pada umumnya di sebabkan oleh dehidrasi,yang di sebabkan oleh keluarnya cairan pada waktu melahirkan,selain itu bisa juga di sebabkan karena istirahat dan tidur yang di perpanjang selama awal persalinan.
4)        Pernafasan
Pernafasan harus berada dalam rentang yang normal,yaitu sekitar 20-30 x/menit.
 (Ambarwati,2009; h.139)

c.       Pemeriksaan fisik
1.     Kepala                                        
Organ tubuh yang perlu di kaji karena pada kepala terdapat organ-organ yang sangat penting. Pengkajian di awali dengan inspeksi lalu palpasi.
2.    Muka
Pada daerah muka di lihat kesimetrisan muka,apakah kulitnya normal,pucat. Ketidak simetrisan muka menunjukkan adanya gangguan pada saraf ke tujuh (Nervus Fasialis).
3.    Mata        
untuk mengetahui bentuk dan fungsi mata,teknik yang di gunakan inspeksi dan palpasi.
4.    Telinga
Untuk mengetahui keadaan telinga luar, saluran telinga, gendang telinga/membrane timpani, dan pendengaran. teknik yang di gunakan adalah inspeksi dan palpasi. (Tambunan,2011; h.73)
5.    Hidung    
di kaji untuk mengetahui keadaan bentuk dan fungsi hidung,bagian dalam, lalu sinus- sinus.
6.    Mulut
untuk mengetahui bentuk dan kelainan pada mulut
7.    Leher
Untuk mengetahui bentuk leher, serta organ- organ lain yang berkaitan. Teknik yang di gunakan adalah inspeksi dan palpasi.
8.    Dada
mengkaji kesehatan pernafasan.  
(Tambunan,2011; h.66-86)
9.    Payudara
Umunya ASI keluar 2-3 hari setelah melahirkan.
Namun dipayudara sudah terbentuk kolostrum yang
baik sekali untuk bayi, karena mengandung zat kaya
gizi dan antibiotik pembunuh kuman. (saleha,2009;h.76)

10.     Perut
Segera setelah persalinan, tinggi fundus uteri 2 cm dibawah pusat, 12 jam kemudian kembali 1 cm diatas pusat menurun kira-kira 1 cm setiap hari. Pada hari kedua setelah persalinan tinggi fundus uteri 1 cm dibawah pusat. Pada hari ke 3-4 tinggi fundus uteri 2 cm dibawah pusat. Pada hari ke 5-7 tinggi fundus uteri setengah pusat simpisis. Pada hari ke 10 tinggi fundus uteri tidak teraba.
11.    Punggung
Mengkaji  nyeri tekan, nyeri ketuk.
12.     Genetalia
Mengkaji  kebersihan, pengeluaran, massa, bau (Ambarwati,2009;h.88)

1.        Identifikasi Diagnosa, Masalah, dan Kebutuhan
Pada langkah ke-dua dilakukan identifikasi terhadap diagnosis atau masalah berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan. Data dasar tersebut kemudian
diinterpretaskan sehingga dapat dirumuskan masalah dan diagnose yang spesifik. Baik rumusan diagnosis maupun rumusan masalah keduanya harus ditangani, meskipun masalah tidak bisa dikatakan sebagai diagnosis tetapi harus mendapatkan penanganan .(Suryani, 2008; h. 99)
a.       Diagnosa Kebidanan
Diagnosis dapat di tegakkan berkaitan dengan para,abortus,anak hidup,umur ibu,dan keadaan nifas.
b.      Masalah Kebutuhan
Permasalahan yang muncul berdasarkan pernyataan pasien. (Ambarwati,2009; h.141)
c.        Mengidentifikasi kebutuhan
Dalam bagian ini bidan menentukan kebutuhan pasien berdasarkan keadaan dan masalahnya. (Sulistyawati, 2009;h.229)

2.        Antisipasi Masalah Potensial
Pada langkah ke tiga ini mengidentifikasi masalah potensial berdasarkan diagnose atau masalah yang sudah di identifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi bila memungkinkan di lakukan pencegahan. (Suryani,2008; h.99)

3.    Tindakan Senggera
Pada pelaksanaannya, bidan kadang dihadapkan pada situasi yang darurat, yang menuntut bidan melakukan tindakan penyelamatan terhadap pasien. Kadang pula dihadapkan pada situasi pasien yang memerlukan tindakan segera padahal sedang menunggu inrtruksi dokter. Bidan sangat dituntut kemampuannya untuk dapat melakukan evaluasi keadaan pasien agar asuhan yang diberikan tepat dan aman. (Sulistyawati,2009;h.132)

4.    Merencanakan asuhan
Langkah-langkah ini di tentukan oleh sebelumnya yang merupakan lanjutan dari masalah atau diagnose yang telah di identifikasi atau antisipasi. (Ambarwati,2009; h.143)
1.      Pantau keadaan umum ibu
2.      Mencegah masa nifas karena atonia uteri
3.      Pemberian ASI awal
4.      Menjaga bayi untuk pencegahan hipotermi
5.      Lakukan perawatan luka perineum
6.      Siapkan alat-alat yang di gunakan untuk perawatan luka perineum
7.      Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi,atau perdarahan abnormal
8.      Memastikan ibu mendapat istirahat yang cukup
9.      Memastikan ibu mendapat makanan yang bergizi
10.  Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak memperlihatkan tanda-tanda penyulit.
11.  Beritahu kunjungan ulang (Ambarwati,2009; h 5)
5.         Melaksanakan perencanaan
Tahap ini merupakan tahap pelaksanaan dari semua rencana sebaelumnya, baik tehadap masalah pasien ataupun diagnosis yang di tegakkan. (Ambarwati,2009;h.5)

6.    Evaluasi
Evaluasi dan asuhan kebidanan di perlukan untuk mengetahui keberhasilan yang di berikan. Evaluasi keefektifan asuhan yang di berikan apakah tindakan yang di berikansudah sesuai dengan perencanaan.rencana tersebut dapat di anggap efektif jika benar efektif dalam pelaksanaannya. Evaluasi dapat di lakukan saat ibu melakukan kunjungan ulang. Saat itu bidan dapat melakukan penilaian keberhasilan asuhan.langkah ini dilakukan untuk menilai keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan. Rencana asuhan dapat dianggap efektif jika memang benar efektif pelaksanaanya. (Varney.2006; h.28)

II.  LANDASAN HUKUM WEWENANG BIDAN
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor       1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin dan Penyelenggaran Praktik Bidan, kewenangan yang dimiliki bidan meliputi:
1.      Kewenangan normal
a)        Pelayanan kesehatan ibu
b)        Pelayanan kesehatan anak
c)        Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana
2.      Kewenangan dalam menjalankan program Pemerintah
3.      Kewenangan bidan yang menjalankan praktik di daerah yang tidak
memiliki dokter
Kewenangan normal adalah kewenangan yang dimiliki oleh seluruh bidan. Kewenangan ini meliputi:
1.         Pelayanan kesehatan ibu
Ruang lingkup:
a)        Pelayanan konseling pada masa pra hamil
b)        Pelayanan antenatal pada kehamilan normal
c)        Pelayanan persalinan normal
d)       Pelayanan ibu nifas normal
e)        Pelayanan ibu menyusui
f)         Pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan
Kewenangan :
a)        Penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II
b)        Penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan
c)        Pemberian tablet Fe pada ibu hamil
d)       Pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas Fasilitasi/bimbingan inisiasi menyusu dini (IMD) dan promosi air susu ibu (ASI) eksklusif
e)        Pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan postpartum
f)         Penyuluhan dan konseling
g)        Bimbingan pada kelompok ibu hamil
h)        Pemberian surat keterangan kematian
i)          Pemberian surat keterangan cuti bersalin
2.         Pelayanan kesehatan anak
Ruang lingkup
a.         Pelayanan bayi baru lahir
b.        Pelayanan bayi
c.         Pelayanan anak balita
d.        Pelayanan anak pra sekolah
Kewenangan
a.         Melakukan asuhan bayi baru lahir normal termasuk resusitasi, pencegahan hipotermi, inisiasi menyusu dini (IMD), injeksi vitamin K 1
b.        perawatan bayi baru lahir pada masa neonatal (0-28 hari), dan perawatan tali pusat
c.         Penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk
d.        Penanganan kegawatdaruratan, dilanjutkan dengan perujukan
e.         Pemberian imunisasi rutin sesuai program Pemerintah
f.         Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita dan anak pra sekolah
g.         Pemberian konseling dan penyuluhan
h.        Pemberian surat keterangan kelahiran
i.          Pemberian surat keterangan kematian
3.         Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana
Kewenangan
a.         Memberikan penyuluhan dan konseling kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana
b.        Memberikan alat kontrasepsi oral dan kondom
Selain kewenangan normal sebagaimana tersebut di atas, khusus bagi bidan yang menjalankan program Pemerintah mendapat kewenangan tambahan untuk melakukan pelayanan kesehatan yang meliputi:
1)        Pemberian alat kontrasepsi suntikan, alat kontrasepsi dalam rahim, dan memberikan pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit
2)        Asuhan antenatal terintegrasi dengan intervensi khusus penyakit kronis tertentu (dilakukan di bawah supervisi dokter)
3)        Penanganan bayi dan anak balita sakit sesuai pedoman yang ditetapkan
4)        Melakukan pembinaan peran serta masyarakat di bidang kesehatan ibu dan anak, anak usia sekolah dan remaja, dan penyehatan lingkungan
5)        Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita, anak pra sekolah dan anak sekolah
6)        Melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas
7)        Melaksanakan deteksi dini, merujuk dan memberikan penyuluhan terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS) termasuk pemberian kondom, dan penyakit lainnya
8)        Pencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) melalui informasi dan edukasi
9)        Pelayanan kesehatan lain yang merupakan program Pemerintah.

Khusus untuk pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit, asuhan antenatal terintegrasi, penanganan bayi dan anak balita sakit, dan pelaksanaan deteksi dini, merujuk, dan memberikan penyuluhan terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS) dan penyakit lainnya, serta pencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA), hanya dapat dilakukan oleh bidan yang telah mendapat pelatihan untuk pelayanan tersebut Selain itu, khusus di daerah (kecamatan atau kelurahan/desa) yang belum ada dokter, bidan juga diberikan kewenangan sementara untuk memberikan pelayanan kesehatan di luar kewenangan normal, dengan syarat telah ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Kewenangan bidan untuk memberikan pelayanan kesehatan di luar kewenangan normal tersebut berakhir dan tidak berlaku lagi jika di daerah tersebut sudah terdapat tenaga dokter. (www.Kesehatan Ibu.Depkes,go.id)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar